Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari saat diskusi Refleksi Akhir Tahun 2017 dengan pemangku kepentingan KY dari unsur akademisi, pers, dan lembaga swadaya masyarakat, Rabu (20/12) di Ruang Pers KY, Jakarta.
Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) telah berupaya menjalankan amanat konstitusi dengan terus bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab. Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari menilai KY harus melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap perjalanan KY selama setahun ini.
“Forum ini merupakan ajang silaturahmi sekaligus sebagai refleksi dan evaluasi bagi KY dalam melaksanakan kinerja. Di tahun 2017, KY tidak hanya mengedepankan fungsi menegakkan (represif), tetapi juga fungsi menjaga (preventif),” ujar Aidul saat diskusi Refleksi Akhir Tahun 2017 dengan pemangku kepentingan KY dari unsur akademisi, pers, dan lembaga swadaya masyarakat, Rabu (20/12) di Ruang Pers KY, Jakarta.
Menurut Aidul, KY juga telah banyak melakukan langkah pencegahan untuk memastikan tegaknya indepedensi hakim agar tidak tunduk pada tekanan siapapun. Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan KY adalah dengan melakukan pemantauan persidangan. Per Januari-November 2017, KY menerima 372 permohonan pemantauan dengan rincian 305 permohonan dari masyarakat, dan 67 sisanya inisiatif KY.
“Masyarakat seringkali meminta peran KY dalam proses persidangan yang menarik perhatian publik dalam bentuk pemantauan persidangan. Pemantauan dilakukan terhadap proses persidangan dengan tujuan menjaga independensi dan imparsialitas,” tambah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.
Tekanan politik terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian publik di tahun ini cukup tinggi. Bahkan, ancaman terhadap hakim juga sangat mungkin terjadi. KY sering diminta untuk melakukan pemantauan persidangan, seperti pada kasus Ahok dan praperadilan Setya Novanto.
“Dalam posisi ini, kami tidak memihak, tetapi lebih memantau bagaimana independensi dan akuntabilitas hakim dalam proses peradilan,” tambah Aidul.
Pemantauan ini dapat disebut sebagai upaya pencegahan agar hakim tidak memiliki celah melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap proses persidangan.
KY juga diamanatkan untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Bentuknya berupa advokasi represif yang merupakan wujud upaya perlindungan atas independensi kekuasaan kehakiman. Pada periode Januari-November 2017, KY menerima 15 permohonan advokasi hakim. Salah satu yang mencuri perhatian publik adalah penghinaan oleh oknum dosen di media sosial terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutus perkara Ahok.
“Berdasarkan hasil penanganan, diambil langkah lain untuk menindaklanjuti perbuatan pelaku tersebut berupa mediasi dan dihasilkan perdamaian antara kedua belah pihak pada tanggal 9 Juni 2017 di ruangan ini juga,” pungkas Aidul. (KY/Noer/Festy)