Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Jaja Ahmad Jayus saat menjadi narasumber kegiatan Sinergitas KY dan Mahkamah Agung (MA) dengan tema "Penerapan KEPPH dalam Bermedia Sosial" di Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Kamis (7/12).
Yogyakarta (Komisi Yudisial) - Kehadiran Komisi Yudisial (KY) untuk menjawab kegelisahan publik yang menginginkan peradilan bersih dan agung. KY yang diberi amanat sebagai penyangga, penyeimbang, katalisator dan penegak etik sehingga tercipta checks and balances kekuasaan kehakiman.
"KY berfungsi sebagai gerakan afirmatif yaitu sebagai penyangga, penyeimbang, katalisator dan penegak etik," tutur Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Jaja Ahmad Jayus saat menjadi narasumber kegiatan Sinergitas KY dan Mahkamah Agung (MA) dengan tema "Penerapan KEPPH dalam Bermedia Sosial" di Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Kamis (7/12).
Menurut Jaja, KY sebagai penyeimbang untuk menghindari terjadinya abuse of power. Selain itu, lanjut Jaja, KY menjadi katalisator, yaitu mendekatkan masyarakat pencari keadilan dalam mendapatkan keadilan melalui peradilan yang bersih, transparan, independen, dan berkeadilan
"KY juga sebagai penegak etik, yaitu menjaga dan menegakkan KEPPH dan mengembangkan kode etik bagi penyelenggara negara," imbuh Jaja.
Terkait media sosial, hakim harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Jaja mengingatkan, apabila ada persoalan atau tekanan publik di media sosial yang memengaruhi proses peradilan maka hal itu menjadi persoalan.
"Jika merasa dirugikan di media sosial, maka hakim dapat melapor ke pimpinannya dan juga polisi. Hakim juga dapat melapor ke KY, karena salah satu tugas KY adalah mengadvokasi hakim agar terjaga kehormatan dan keluhuran martabatnya," imbau Jaja. (KY/Eka Putra/Festy)