KY Berbagi Tips Bermedia Sosial yang Bijak bagi Hakim
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi “Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam Bermedia Sosial”, Selasa (19/9)

Mataram (Komisi Yudisial) – Sebagai profesi yang mulia, hakim dituntut agar arief dan bijaksana dalam bersikap dan bertutur kata baik di dalam kedinasan maupun di luar kedinasan. Hal itu juga berlaku saat hakim berada di ruang media sosial sehingga penting bagi hakim untuk berpikir ulang sebelum mengirimkan atau membagikan sesuatu di media sosial.
 
Hal itu disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi saat menjadi narasumber dalam Lokakarya yang digagas oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) bertajuk “Penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam Bermedia Sosial”, Selasa (19/9) di Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, Mataram.
 
Juru Bicara KY ini memberikan panduan kepada para hakim agar bijak dalam bermedia sosial. Menurutnya, media sosial merupakan ruang publik yang sangat bebas. Hakim, sebagai profesi mulia, diminta untuk menghindari membagikan konten-konten yang sifatnya vulgar dan sensitif.
 
“Bayangkan ketika Bapak atau Ibu mengirimkan suatu konten vulgar, hal itu menjadi sangat tidak baik mengingat pengguna media sosial berasal dari semua kalangan umur,” ucap mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini.
 
Selain Farid, ada pula Pimpinan Redaksi Majalah Bloomberg Businessweek Indonesia Dwi Setyo Irawanto yang membagikan resep bermedia sosial bagi para hakim. Menurut Dwi, media sosial itu seperti api liar yang sulit dikendalikan sehingga penting bagi hakim berhati-hati dalam meyebarkan informasi.
 
“Media sosial seperti api liar yang sulit dikendalikan karena informasi yang berupa status, foto atau video yang dibagikan dapat dengan mudah diteruskan oleh penggunanya,” ungkap Dwi.
 
Untuk itu, lanjut Dwi, dalam menyebarkan informasi melalui media sosial, maka pengguna sebaiknya jujur dan jangan banyak berdalih. Kesalahan yang termuat media sosial akan terekam dalam waktu yang sangat lama. Bahkan, bisa tersimpan abadi di dunia maya.
 
“Seringkali bila berbuat kesalahan dalam bermedia sosial, minta maaf kadang tidaklah cukup. Meski akun ataupun link beritanya dihapus, tetapi pengguna bisa menggunakan screen shot sehingga informasi itu dapat tersimpan dalam bentuk foto yang dapat terus diviralkan sewaktu-waktu,” pungkas Dwi.
 
Sebagai tambahan, lokakarya dihadiri oleh 49 orang hakim pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara yang akan berlangsung pada Selasa-Rabu (19-20/9/2017)yang berisi paparan materi dan diskusi kelompok. (KY/Adnan/Festy).

Berita Terkait