Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menjadi pembicara pada seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), Selasa (23/5) di Kampus II UMB, Bengkulu.
Bengkulu (Komisi Yudisial) - Dalam menjalankan tugas sebagai penegak keadilan, seorang hakim harus mengimplementasikan nilai dasar profesi hakim. Saat memutus perkara, maka ia harus berdasar pada pengetahuan yang cermat dan cakap. Hal itu, untuk menghindari adanya kesalahan dalam proses peradilan.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menyampaikan hal itu dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), Selasa (23/5) di Kampus II UMB, Bengkulu.
Jaja mencontohkan bentuk kesalahan yang sering terjadi, yaitu kesalahan pengetikan putusan. Karenanya, para hakim diminta untuk menjalankan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang ditetapkan KY dan Mahkamah Agung (MA).
Kode etik hakim di Indonesia mengadopsi beberapa pripsip-prinsip pada Bangalore Principles. Di antaranya, prinsip kemandirian, tidak memihak, integritas, kesopanan, persamaan, kecakapan, dan ketekunan.
Selain kode etik, Jaja juga menyoroti empat faktor dalam penegakan hukum.
"Sedikitnya ada empat faktor yang berpengaruh dalam penegakan hukum. Di antaranya, faktor hukum yang baik, penegak hukum yang baik, sarana dan prasarana, serta budaya hukum yang diterapkan di lingkungan masyarakat”, urai mantan Dekan FH Universitas Pasundan, Bandung.
Di sisi lain, hukum adat yang hidup di masyarakat dapat mendukung hukum positif yang ada. Dengan catatan, sepanjang tidak merugikan pihak lain dan berdasarkan keadilan. (KY/Agus/Festy)