Jakarta (Komisi Yudisial) – Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, Komisi Yudisial (KY) menggelar penyampaian Laporan Capaian Kinerja Tahun 2016 dan Outlook 2017, Senin (24/01) di Auditorium KY, Jakarta. Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari memaparkan capaian kinerja KY di bidang rekrutmen hakim, pengawasan hakim dan investigasi, pencegahan dan peningkatan kapasitas hakim, SDM, advokasi, hukum, penelitian dan pengembangan, serta hubungan antar lembaga dan layanan informasi.
Dalam paparan terkait bidang rekrutmen hakim, Aidul menjelaskan hasil seleksi calon hakim agung (CHA) dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Sepanjang tahun 2016, KY melakukan seleksi CHA sebanyak satu kali pada 5 Februari hingga 23 Juni 2016. Lamanya rentang waktu tersebut dikarenakan banyak proses yang harus diikuti oleh CHA agar didapat hakim agung yang sesuai dengan harapan masyarakat.
“Dari delapan kekosongan hakim agung yang diminta oleh MA, KY memutuskan pada rapat pleno 28 Juni 2016 untuk mengusulkan lima nama yang layak diajukan ke DPR. Dari kelima nama tersebut, hanya tiga yang disetujui oleh DPR, yakni Ibrahim, Panji Widagdo, dan Edi Riadi,” ungkap Aidul.
Selain itu, KY juga melaksanakan seleksi hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi dan Hubungan Industrial di MA. Namun dari semua nama yang diusulkan KY, tidak satu pun yang mendapat persetujuan dari DPR.
Aidul mengakui, KY masih memiliki kendala dalam melakukan rekrutmen hakim yang akan ditempatkan di MA. “Calon yang diusulkan sangat terbatas, baik secara kualitas maupun kapasitas. KY belum memiliki sistem informasi yang terintegrasi. Hasil rekam jejak tidak selalu linier dengan hasil assessment kepribadian dan kompetensi hakim agung. Pelaksanaan standar kompetensi hakim agung belum konsisten,”aku mantan dosen ini.
Sementara untuk tahun 2017, MA memiliki kebutuhan hakim agung sebanyak 11 orang, hakim ad hoc Tipikor 9 orang, dan hakim ad hoc Hubungan Industrial 8 orang. Berdasarkan pengalaman di tahun 2016, di tahun 2017 ini KY akan membangun strategi untuk pelaksaaan seleksi CHA dan ad hoc di MA.
Salah satunya melalui pengembangan metode pengumuman pendaftaran calon hakim agung secara luas. Lalu dengan menyusun standar kompetensi hakim agung yang digunakan sebagai acuan. Dalam proses rekrutmen melakukan pemetaan, sosialisasi dan penjaringan melibatkan pemangku kepentingan. Penelusuran rekam jejak CHA dan calon ad hoc di MA melalui penerimaan informasi masyarakat, analisis LHKPN, dan investigasi juga ditingkatkan.
“Selain itu, penting untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan DPR terkait metode dan instrumen seleksi calon hakim agung,” pungkas Aidul. (KY/Noer/Festy)