Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari menanggapi komentar dari salah peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa Angkatan LXXIII Gelombang II Tahun 2016
Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) berwenang mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Keahlian dan pengalaman khusus hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara dibutuhkan dalam dunia peradilan di Indonesia.
Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari menanggapi komentar dari salah peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa Angkatan LXXIII Gelombang II Tahun 2016 yang menyatakan keberadaan hakim ad hoc di Indonesia tidak penting. Bagi calon jaksa itu, hakim bisa diberikan pendidikan untuk menguasai bidang tertentu seperti yang dilakukan oleh MA selama ini.
Menurut Aidul, tidak semua hakim memiliki kemampuan untuk memeriksa kasus yang multi dimensi, misalnya korupsi.
"Saya punya teman yang pernah menjadi hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi dari BPKP. Ia bisa menilai kerugian negara berapa hanya dengan melihat berkas dan tempo yang relatif cepat. Begitu juga dengan hakim Hubungan Industrial, hakim harus berasal dari perwakilan pengusaha dan serikat pekerja. Sebab ada perhitungan-perhitungan yang tidak dikuasai hakim biasa,” ujar Aidul, Jumat (28/10) di Aula Sasana Adhyka Karrya Badan Diklat Kejaksaan RI, Jakarta.
Untuk itu, lanjut Aidul, dalam satu majelis untuk perkara khusus, minimal ada satu hakim karier dan satu hakim ad hoc yang menjadi anggota majelis hakim. MA juga telah mencoba meningkatkan kemampuan hakimnya terhadap perkara khusus dengan memberikan pelatihan, misalnya hukum lingkungan. (KY/Noer/Festy)