Jakarta (Komisi Yudisial) – Demokrasi merupakan bentuk akuntabilitas dan checks and balances yang diciptakan agar wewenang pemerintahan bisa dipertanggungjawabkan kepada warga. Namun, akuntabilitas tidak akan tercipta jika menganut budaya feodalisme.
“Membongkar ketidakadilan harus bersama-sama yang dimulai dari diri sendiri. Artinya, bergeraknya bareng-bareng dan menjadi perjuangan generasional. Tanpa itu, tidak akan perubahan signifikan yang akan terjadi,” jelas akademisi dan pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti saat menjadi narasumber "Kompas Etika Publik: Antara Ideal Moral dan Realitas Birokrasi”, Selasa (4/11/2025).
Bivitri melanjutkan, pada masyarakat Asia bahwa konsep kekuasaan dikaitkan dengan mistifikasi kekuasaan, sehingga seakan membutuhkan justifkasi pahlawan untuk menguatkan pemerintahan yang letigimasinya lemah.
"Menuntut pemerintahan yang legitimasinya lemah, maka akan menciptakan mistifikasi itu. Oleh karena itu, perlu untuk mengubah sejarah," jelas Bivitri.
Bivitri juga berpendapat, untukmerombak sebuah budaya tidak mudah. Konsep budaya adalah sesuatu yang tidak mudah diubah oleh kurikulum dan semacamnya. "Sebagai masyarakat yang terdidik, maka bisa dilakukan adalah dengan memberikan counter naratif. Baik dalam bentuk kampanye, atau ide lain yang ditemukan dalam bermasyarakat," pungkasnya. (KY/Noer/Festy)
English
Bahasa