IKAHI Dorong Sistem Gaji Tunggal
akim Agung sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) A.S. Pudjoharsoyo dalam dalam International Webinar: Status and Welfare of Judges: a Comparative Study of Indonesia, Italy, and Other Countries, yang digelar secara daring pada Selasa, (30/9/2025).

Jakarta (Komisi Yudisial) - Peningkatan kesejahteraan hakim merupakan salah satu upaya untuk menjaga marwah dan independensi peradilan. Jaminan kesejahteraan dan kemandirian anggaran menjadi kunci peradilan yang kuat. Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mendorong penerapan Sistem Gaji Tunggal (Single Salary System) agar kenaikan gaji mencerminkan total penghasilan, sekaligus menjadi dasar perhitungan pensiun. 

"Perjuangan MA bersama KY dan IKAHI mengerucut pada satu agenda final yaitu mewujudkan sistem gaji tunggal dan menjadikannya dasar jaminan pensiun. Agenda prioritas ini harus kita kawal dalam setiap pembahasan dengan pemerintah dan legislatif karena menjadi tolok ukur keberhasilan reformasi kesejahteraan hakim," ujar Hakim Agung sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) A.S. Pudjoharsoyo dalam dalam International Webinar: Status and Welfare of Judges: a Comparative Study of Indonesia, Italy, and Other Countries, yang digelar secara daring pada Selasa, (30/9/2025).

Ia juga menekankan pentingnya kemandirian anggaran MA. Meski telah diatur dalam undang-undang, hingga kini belum memiliki payung regulasi teknis, sehingga peradilan masih bergantung pada dinamika politik anggaran. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Belanda, dan Filipina telah membuktikan bahwa jaminan kesejahteraan hakim dan otonomi anggaran adalah kunci peradilan yang kuat.

Pudjoharsoyo mengungkap kilas balik perjalanan memperjuangkan kesejahteraan hakim yang dimulai dari lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang berada di Bawah Mahkamah Agung (MA). Kemudian adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 23

P/HUM/2018, maka pengaturan gaji pokok dan pensiun hakim yang disamakan dengan PNS adalah bertentangan dengan undang-undang dan memerintahkan negara untuk mengaturnya secara terpisah sebagai pejabat negara . 

Setelah melalui proses pembahasan yang panjang, lanjutnya, lahirlah PP Nomor 44 Tahun 2024. Regulasi ini secara eksplisit menyebutkan dalam bagian "Menimbang" bahwa ia diterbitkan untuk menindaklanjuti Putusan MA No. 23 P/HUM/2018. Meskipun begitu, ia menilai regulasi tersebut belum menjawab terkait persoalan mendasar karena gaji pokok hakim masih terikat dengan skema PNS. Oleh karena itu, IKAHI mengusulkan penerapan Sistem Gaji Tunggal (Single Salary System)

“Selama sistem penggajian hakim masih bercampur dengan ASN, kesejahteraan hakim hanya ilusi. Kenaikan tunjangan tidak akan berpengaruh pada pensiun, sehingga di masa purnabakti hakim tetap menghadapi kerentanan ekonomi,” pungkasnya. (KY/Feyza/Festy)


Berita Terkait