
Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim agung Kamar Pidana kedua yang diwawancara di hari pertama, Rabu (6/8/2025), yaitu Hakim Tinggi Yustisial di Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) Annas Mustaqim. Calon ditanyakan pandangannya terkait draf RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membatasi ruang lingkup praperadilan, terutama terkait dengan tindakan upaya paksa yang sebelumnya diizinkan di KUHAP.
"Upaya paksa seperti penyitaan dan penggeledahan di praperadilan seharusnya ya jangan dihilangkan di draf KUHAP. Sebenarnya, hal itu sudah tepat karena akan dibawa ke proses sidang berikutnya," lanjut Annas.
Calon juga menyampaikan permasalahan praperadilan adalah terkait dengan tenggat waktu. Kendala tersebut dinilai Annas juga perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menyusun draf KUHAP Baru.
"Terkait waktu preperadilan yang menjadi masalah adalah waktu praperadilan hanya 7 hari, tetapi di lapangan bisa lebih karena terkedala banyak hal, seperti terdakwa tidak datang dan lainnya. Maka, hal itu yang harus diperbaiki," jelas Annas.
Dalam kacamata calon sebagai hakim, Annas juga spesifik menyoroti dua hal penting dalam muatan KUHAP baru yang belum diakomodir, yaitu penerapan hukum adat dan hilangnya pembeda antara pidana kejahatan dan pelanggaran, sebagaimana sudah diatur dalam KUHAP saat ini.
"Dalam KUHAP lama, bila ada putusan dari pengadilan adat, maka hakim tidak akan memutusnya lagi. Kami di pengadilan tidak akan memutusnya karena sudah dikenakan pidana adat. Sementara dalam RUU KUHAP, hal itu belum tertampung. Kemudian RUU KUHAP juga tidak membedakan antara pidana kejahatan dan pelanggaran," rinci Annas. (KY/Halimatu/Festy)