
Jakarta (Komisi Yudisial) - Kebutuhan pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas hakim sangat besar, sementara sumber daya yang tersedia baik di Mahkamah Agung (MA) maupun Komisi Yudisial (KY) masih sangat terbatas. Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Astriyani berpendapat bahwa ada fragmentasi kelembagaan dalam melaksanakan inisiatif penguatan kapasitas hakim, baik yang dilaksanakan oleh Badan Strategi dan Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, masing-masing Direktorat Jenderal Badan Peradilan, maupun antara MA dengan KY.
"Hubungan antara keikutsertaan dan prestasi dalam pelatihan dengan karir hakim belum terbangun dengan kokoh,” jelas Astriyani dalam Webinar “Peningkatan Kapasitas Hakim: Perbandingan Indonesia-Italia dan Negara-Negara Lain”, Selasa (27/5/2025) yang disiarkan melalui Youtube KY. Webinar ini menghadirkan Anggota KY Sukma Violetta dan pengacara Italia Jacopo Cappuccio.
Lanjut Astriyani, program pendidikan dan pelatihan yang disediakan juga belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dalam tugas penanganan perkara dan dinamika sosial di masyarakat.
Merespons hal itu, Anggota KY Sukma Violetta meyakini bahwa KY dan MA terus berupaya menyelenggarakan pelatihan sehingga memenuhi kebutuhan hakim, baik terkait tugas teknis hakim yakni memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, serta dinamika sosial yang terjadi di masyarakat. Misalnya adalah pelatihan Pelatihan Profesionalisme Hakim.
Sukma menjelaskan, para peserta pelatihan Profesionalisme Hakim diajak menyelami beragam materi, seperti penalaran hukum yang bermanfaat saat hakim menyusun pertimbangan hukum, etika komunikasi dalam persidangan, khususnya untuk penggalian fakta-fakta hukum perkara asusila dan perempuan berhadapan dengan hukum.
Materi lainnya adalah psikologi persidangan dan manajemen stress yang dibutuhkan saat menangani beban perkara yang banyak dan menghadapi massa di pengadilan.Terakhir, lanjut Sukma, adalah kiat memutus yang berkaitan dengan psikologi hakim terutama situasi kondisi nonhukum.
"Dalam memberikan keempat materi tersebut, KY menghadirkan psikolog, hakim, dan akademisi yang kompeten sebagai pengajar,” pungkas Sukma. (KY/Noer/Festy)