
Pontianak (Komisi Yudisial) - Kekurangan hakim dirasakan di berbagai pengadilan, termasuk di Kalimantan Barat (Kalbar). Saat ini, hanya 157 hakim dari seluruh peradilan yang bertugas di Kalimantan Barat. Hal ini berdampak terhadap proses peradilan dalam penyelesaian perkara.
"Kami kekurangan hakim untuk mengimbangi jumlah perkara yang masuk di Kalbar. Saatnya hakim perlu segera di tambah untuk semua satuan kerja peradilan di Kalbar,” ujar Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak F. Willem Saija saat menjadi narasumber dalam talkshow RRI Kalbar bertema “MA Kekurangan Ribuan Hakim, Bagaimana Peradilan di Kalbar?”, Jumat (21/03/2025).
Menurut Willem, minimnya jumlah hakim ini berdampak langsung pada penanganan perkara, terutama di peradilan umum yang menangani kasus-kasus perdata, pidana, serta permohonan lainnya. Semakin sedikit jumlah hakim, maka semakin besar pula beban kerja yang harus ditangan oleh para hakim.
"Jumlah hakim di setiap pengadilan seharusnya disesuaikan dengan kelasnya. Untuk pengadilan kelas 2, jumlah idealnya ada 11 hakim. Namun, kondisi di lapangan jauh berbeda. Lebih parah lagi di Pengadilan Agama Bengkayang yang hanya ada 2 hakim, sementara Sanggau hanya ada 3 hakim. Jika di Peradilan Umum masih lumayan, ada yang 5 atau 6. Padahal jumlah perkara yang ditangani juga cukup banyak," tambah Willem.
Merespons hal itu, Koordinator Penghubung KY Kalbar Budi Darmawan mengatakan, kekurangan jumlah hakim ini akan berdampak langsung pada masyarakat pencari keadilan. Dengan jumlah hakim yang kurang, maka waktu penyelesaian perkara bisa menjadi lebih lama dan menyebabkan keterlambatan dalam memberikan kepastian hukum.
Menurut Budi, ada dua penyebab kekurangan jumlah hakim saat ini. Pertama, Mahkamah Agung (MA) tidak membuka seleksi calon hakim karena adanya kebijakan moratorium dari pemerintah terkait efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi tahun 2010-2016.
Penyebab kedua, lanjut Budi, tidak meratanya penyebaran jumlah hakim di Indonesia. Hakim lebih banyak terkonsentrasi di kota-kota besar, sementara di daerah terpencil kekurangan tenaga hakim.
"Hal ini tentu merugikan para pihak yang terlibat dalam proses peradilan. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, termasuk pemerataan distribusi hakim ke daerah-daerah yang paling membutuhkan," pungkas Budi. (KY/PKY Kalbar/Festy)