Wellington (Komisi Yudisial) - Delegasi Komisi Yudisial (KY) yang dipimpin Anggota KY Binziad Kadafi berkunjung ke Supreme Court of New Zealand, Jum’at (11/10/2024) di Wellington, New Zealand. Delegasi diterima oleh Hakim Agung Justice Ellen France, Chief Judge Christina Inglis, serta Ketua Employment Court of New Zealand, kemudian membahas soal perbedaan antara kesalahan teknis yudisial dan pelanggaran perilaku hakim.
"Memang tidak selalu mudah membedakan antara kesalahan teknis yudisial dan pelanggaran perilaku hakim. Namun, jika terlihat bias di pihak hakim, misalnya perlakuan kasar terhadap salah satu pihak, maka itu jelas adalah pelanggaran perilaku,” ujar Ellen France.
Selain itu, Ellen France juga menjelaskan bahwa seringkali para pencari keadilan melakukan pengaduan, baik ke Supreme Court dan juga ke Judicial Conduct Commissioner (JCC). “Namun, Supreme Court akan meneruskan ke JCC jika aduan berkaitan dengan perilaku hakim, yang selanjutnya bisa memberikan rekomendasi untuk dibentuk panel investigasi. Sedangkan jika berkaitan dengan ketidakpuasan terhadap putusan, maka masyarakat harus menempuh jalur upaya hukum. Masyarakat harus terus diedukasi mengenai jalur apa saja yang bisa mereka tempuh dalam mencari keadilan,” tambah Ellen France.
Menyoal keamanan hakim, Chief Judge Christina Inglis menjelaskan bahwa di Selandia Baru terdapat petugas keamanan yang bertugas di pengadilan. Secara struktur, petugas keamanan ini berada di bawah Ministry of Justice.
"Jika kami memerlukan bantuan pengamanan secara mendadak, kami bisa langsung memanggil petugas tersebut,” ujarnya.
Dalam konteks keamanan hakim, Ellen France menceritakan bahwa dalam sejarah peradilan di Selandia Baru, terdapat beberapa insiden yang mengancam keamanan hakim, meski tidak banyak. Contohnya adalah peristiwa yang terjadi sudah cukup lama di mana hakim ditusuk oleh seseorang, serta peristiwa-peristiwa lain seperti hakim yang disiram dengan air oleh pengacara.
“Di sini ada staf pengadilan, dalam perjalanan perkara mereka berinteraksi dengan para pihak dan mereka bisa melihat apakah pihak-pihak ini berpotensi mengancam keamanan atau tidak. Jika ada potensi ancaman, mereka akan memberitahukan kepada hakim dan hakim akan meminta bantuan pengamanan,” tambah Ellen France.
Selain berdiskusi, delegasi pun diajak untuk melakukan office tour ke ruang sidang utama yang sangat kaya akan ornamen bernilai filosofis tinggi dalam suku Maori (suku asli Selandia Baru). Di Selandia Baru, persidangan yang digelar Supreme Court bersifat terbuka untuk umum, sehingga dapat dihadiri oleh siapapun yang berkepentingan.
Sebagai informasi, Supreme Court di Selandia Baru dibentuk pada tahun 2003. Hal ini dikarenakan sebelumnya sebagai negara persemakmuran Inggris (commonwealth country), upaya hukum tertinggi di Selandia Baru diajukan ke Privy Council yang berkedudukan di London. (KY/Ilham/Festy)