Harapan Publik terhadap KY Besar, Tetapi Wewenang Terbatas
Dialog Nasional “Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial”, Selasa (20/8/2024) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Maraknya putusan-putusan hakim yang kontroversial dan menarik perhatian publik menjadikan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yang berperan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata berpendapat, harapan publik yang tinggi terhadap wewenang KY, tetapi di sisi lain, UU KY telah 11 kali di-judicial review. Hal itu justru melemahkan fungsi KY dalam menjalankan amanat undang-undang sebagai pengawas kinerja hakim. 

"KY jangan hanya dilihat sebagai lembaga pengawas eksternal hakim, tetapi ada fungsi lainnya, yaitu mewujudkan fungsi kekuasaan kehakiman di Indonesia yang merdeka, serta ada fungsi perlindungan yang diberikan KY kepada hakim,” beber Mukti Fajar saat menjadi narasumber dalam Dialog Nasional “Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial”, Selasa (20/8/2024) di Auditorium KY, Jakarta.

Mukti Fajar menambahkan, meskipun hakim dilindungi oleh doktrin kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas, dan independen, sehingga tidak dapat diintervensi, tetapi putusan hakim harus mencerminkan keadilan bagi masyarakat. Karena hal itu pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan publik.

"Putusan hakim adalah putusan yang mengikat, tetapi perlu disadari untuk menciptakan keadilan, kita perlu legitimasi masyarakat sehingga masyarakat dapat percaya terhadap lembaga peradilan. Banyak sekali putusan yang tidak sesuai dengan visi Mahkamah Agung, sedangkan KY juga memiliki keterbatasan dalam pengawasan etik,” ujar Mukti Fajar.

Hakim Agung Jupriyadi menyatakan, KY dan MA adalah mitra strategis yang harus bekerja sama dan saling mendukung dalam melaksanakan tugas pengawasan dan penanganan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Substansi yuridis atau pertimbangan hakim dalam putusan adalah bukan objek pengawasan, sehingga KY dan MA tidak dapat menyatakan benar atau salahnya pertimbangan yuridis atau substansi putusan. 

"Ada tantangan isu yaitu belum ada kesepahaman bersama antara KY dan MA terkait teknis yudisial. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama agar publik dapat mempercayai sepenuhnya wewenang peradilan pada hakim di Indonesia," ungkap Jupriyadi, 

Selain itu, lanjut Jupriyadi, tak hanya model relasi dan pengawasan KY dan MA yang diperkuat, melainkan komunikasi publik juga perlu diperkuat agar terjalin keharmonisan dalam menjalankan wewenang undang-undang. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait