KY Dukung Kelancaran Pilkada 2024
Puluhan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Dwijendra, Bali berkunjung ke Komisi Yudisial (KY), Senin (2/9/2024) untuk mengenal lebih banyak soal kelembagaan KY.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Puluhan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Dwijendra, Bali berkunjung ke Komisi Yudisial (KY), Senin (2/9/2024) untuk mengenal lebih banyak soal kelembagaan KY. Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Juma’in didampingi Pranata Humas Ahli Muda Festy Rahma Hidayati membeberkan isu-isu KY yang salah satunya terkait Pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 27 November 2024 mendatang. 

“Sejak awal tahun, KY berkomitmen mendukung kelancaran pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dengan berkolaborasi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Komitmen tersebut diwujudkan dengan diselenggarakannya Deklarasi Pengawasan Persidangan Pemilu dan Pilkada untuk Peradilan yang Jujur dan Adil," jelas Juma'in.

Lanjut Juma'in, KY juga memberikan atensi terkait pemetaan keamanan persidangan dan pengadilan dalam penanganan perkara Pemilu dan persiapan Pilkada 2024, yang mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 5 dan Perma No. 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Lingkungan dalam Pengadilan.

"Dalam mencegah perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, KY sudah meminta pemerintah dan penyelenggara Pemilu perlu mengantisipasi kerawanan keamanan pengadilan, khususnya menjelang Pilkada 2024," jelas Juma’in.

Salah seorang peserta ingin mengetahui tantang yang dihadapi KY dalam menjalankan wewenang dan tugas selama 19 tahun berkiprah. Juma'in mengakui bahwa hubungan KY dan Mahkamah Agung (MA) penuh dengan dinamika. Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat terkait garis batas antara teknis yudisial dan pelanggaran etika.

“KY menganggap teknis yudisial dapat menjadi petunjuk terjadinya pelanggaran kode etik, sedangkan bagi MA teknis yudisial adalah mutlak kemandirian hakim,” pungkas Juma’in. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait