Calon Hakim ad hoc HAM MA Bonifasius Nadya Arybowo: HAM Menjadi Syarat dalam Pengembangan Investasi
Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) kedua yang diwawancara pada Kamis (11/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta adalah Hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Bandung Bonifasius Nadya Arybowo

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) kedua yang diwawancara pada Kamis (11/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta adalah Hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Bandung Bonifasius Nadya Arybowo 

Bonifasius ditanya mengenai korelasi antara investasi dan HAM. Bonifasius memandang bahwa HAM, hak masyarakat adat dan ulayat, dan lingkungan mesti didahulukan daripada investasi. Pemerintah juga tidak bisa menutup mata tentang investasi yang perlu dikembangkan karena akan mendorong perekonomian maupun ketenagakerjaan nasional. Pemerintah tidak bisa asal menyetujui tanpa mempertimbangkan hal-hal tadi. 

“Hak-hak yang bersifat dasar dan HAM, mesti dipertimbangkan dan menjadi syarat dalam pengembangan investasi,” kata Bonifasius.

Bonifasius menganggap dalam tata kelola dan regulasi untuk pembangunan industri untuk mendorong investasi dan perekonomian nasional, Indonesia sudah memiliki instrumen-instrumen yang menyangkut HAM, lingkungan hidup, dan masyarakat adat. Contoh syarat suatu perushaan nasional atau industri harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). 

“Termasuk dalam proses perizinan itu sebenarnya konten-konten tentang HAM, perlindungan lingkungan hidup, observasi sumber daya alam, dan lingkungan masyarakat menjadi salah satu syarat,” jelas Bonifasius.

Dalam hukum bisnis akan selalu memandang atau berpaling pada poros yang efisien. Namun demikian, pemerintah melalui Pemprov dan Pemda sudah menetapkan UMP dan UMR dan UMR daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Sepanjang kelompok pengusaha atau industri tidak melanggar ketentuan-ketentuan pada peraturan, pemindahan kawasan industri ke daerah dengan upah lebih rendah merupakan pilihan. Namun demikian, kelompok buruh punya kebebasan berorganisasi atau berserikat untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan mana kala relokasi tersebut tidak dibarengi dengan kesejahteraan. 

“UMR menjadi standar minimum. Salah kalau perusahan menggunakan standar UMR paling minimum, jika relokasi itu lebih memberatkan kepada pertimbangan meningkatkan _revenue_ dari bisnis,” pungkas Bonifasius. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait