Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung Kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus Pajak kedua yang diwawancara adalah advokat dari PDB Law Firm Doni Budiono. Sebagai advokat khusus kasus perpajakan, Doni menyatakan bahwa konsep satu atap pengadilan pajak di bawah Mahkamah Agung (MA) memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan.
Namun, calon berpendapat penyelesaian sengketa pajak masih membutuhkan waktu yang berlarut-larut.
Calon menyarankan beberapa hal, misalnya undang-undang terkait perpajakan yang terlalu kompleks, sebaiknya disederhanakan. Kedua, lanjut Doni, quality assurance kurang berfokus terhadap permasalahan, sehingga banyak yang dilempar ke keberatan.
Calon juga menyarankan untuk mengoptimalkan ruling sebagai mekanisme mencegah sengketa pajak. "Jika ada pertanyaan dari wajib pajak, maka langsung dijawab sehingga tidak harus ke pengadilan pajak. Terakhir, pengawasan Komite Perpajakan kurang berperan, sehingga banyak sengketa dibawa ke pengadilan. Ini siklus yang tidak ada habisnya sekarang ini," papar Doni.
Menyambung soal urgensi perubahan undang-undang, baik undang-undang ketentuan umum perpajakan maupun undang-undang pengadilan pajak, hal ini untuk kepastian hukum. Calon memberikan contoh terkait hukum acara. Misalnya, tidak ada kepastian bagi pemohon dan termohon untuk menyampaikan surat uraian banding, surat bantahan, surat tanggapan, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama lagi karena menunggu sampai surat uraian banding diberikan oleh pemohon atau termohon.
“Kemudian semakin lama proses pengambilan putusan, semakin lupa ingatan dari hakim itu. Hal ini akan menyebabkan ketidakdilan itu sendiri pada saat hakim membuat putusan,” jelas Doni. (KY/Noer/Festy)