Makassar (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) memiliki tugas untuk mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluruhan martabat hakim dalam bentuk advokasi hakim. Namun, advokasi hakim ini berbeda dengan menjadi kuasa hukum terkait masalah pribadi hakim.
“Advokasi hakim tidak sama dengan menjadi advokat atau kuasa hukum hakim. Dalam mengambil langkah hukum, peran KY sebagai pendamping atau fasilitator,” jelas Tenaga Ahli KY Totok Wintarto saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik Sinergisitas KY dengan Hakim dan Aparat Penegak Hukum dengan tema “Sinergi dalam Menjaga Marwah Hakim untuk Peradilan Berwibawa”, Kamis (29/2/2024) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut Totok, ruang lingkup advokasi hakim yang diatur dalam Peraturan KY No. 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim, yaitu menyangkut gangguan atau hambatan terhadap fungsi hakim dalam menjalankan tugasnya memeriksa dan memutus perkara, dan sejatinya yang dilindungi adalah kemerdekaan hakim. Sementara sengketa keperdataan atau menyangkut masalah pribadi hakim tidak masuk dalam ruang lingkup advokasi hakim.
Totok juga menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan KY terkait keamanan hakim dan persidangan. Misalnya dengan melakukan koordinasi pengamanan hakim dan persidangan, penanganan perbuatan merendahkan kehormatan hakim (PMKH), kanal khusus pelaporan PMKH, koordinasi dengan pihak-pihak kunci yakni kepolisian, MA, pemerintah, dan DPR, dan lain-lain.
“Sejak tahun 2013 hingga sekarang, sudah 114 kasus dugaan PMKH yang ditangani oleh KY baik berupa menuduh atau merusak kehormatan hakim, penembakan di atau terhadap ruangan pengadilan, penyebaran kabar bohong melalui media sosial, peretasan situs pengadilan, dan lain-lain. Di tahun ini, KY berusaha meningkatkan kuantitas advokasi bagi para hakim,” beber Totok.
Hakim Tinggi PT Makassar Parulian Lumbantoruan menambahkan, hakim harus dilindungi karena memiliki peran utama dari pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih, profesional, dan bebas dari peristiwa merendahkan kehormatan dan keluruhuran martabat hakim. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pembinaan dan pengawasan bagi aparat pengadilan oleh Badan Pengawasan MA dan pengadilan tinggi. Masyarakat juga perlu mendorong kemandirian dan kehormatan pengadilan.
Aparat penegak hukum lainnya, lanjut Parulian, wajib bersinergi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab penegakan hukum dengan memegang teguh kode etik profesi masing-masing instansi. Lalu memberi ruang yang seluas-luasnya kepada KY selaku penjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim berdasarkan KEPPH.
Pada kenyataannya dalam melakukan kewenangan pengawasannya, KY kerap menjumpai rintangan baik dari masyarakat (pihak berperkara yang diuntungkan dalam putusan), maupun dari hakim itu sendiri dengan alasan atau berlindung terhadap kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara.
“Padahal dalam Pasal 40 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah jelas mengatur, bahkan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh KY,” tegas Parulian. (KY/Noer/Festy)