Medan (Komisi Yudisial) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai mengungkap ada dua tantangan terkini yang dihadapi KY dalam melakukan pengawasan hakim, yakni kewenangan dan kelembagaan yang di dalamnya termasuk struktur organisasi, anggaran, serta kemampuan KY dalam menerima jumlah laporan masyarakat terkait penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Ada dua masalah fundamental terkait rumusan kewenangan KY dalam penegakan KEPPH. Pertama, kekosongan hukum terkait batasan antara domain teknis yudisial dan perilaku hakim.
Kedua, meski telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua KY tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), dan dua peraturan bersama, yakni Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 04/PB/MA/IX/2012 dan 04/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja, dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim, dan Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, tetapi meningkatnya jumlah aduan yang terus bervariasi menyebabkan perbedaan pandangan antara MA dan KY.
"Meningkatnya jumlah aduan yang terus bervariasi menyebabkan perbedaan pandangan antara MA dan KY terkait dengan ruang lingkup pengawasan sebagai episentrum bagi tidak terselesaikanya perkara-perkara dengan optimal," tegas Amzulian saat menyampaikan orasi ilmiah “Tantangan Kekinian Komisi Yudisial dalam Pengawasan Peradilan”, pada Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ke-71, Medan, Sumatera Utara, Kamis (29/02/2024).
Pada tantangan lain, perihal kelembagaan dan struktur organisasi KY terletak pada tidak idealnya proporsionalitas antara jumlah pengawas dan yang diawasi. Pengawasan hakim yang hanya dikelola oleh Biro Pengawasan Perilaku Hakim dengan jumlah sumber daya manusia yang terbatas pada akhirnya merepresentasikan kondisi penanganan laporan masyarakat yang pelik di KY.
Amzulian menawarkan dua cara penting untuk menjawab tantangan KY, yaitu merevitalisasi kembali pentingnya penguatan KY dalam aspek kualitas kewenangan, kuantitas keanggotaan, struktur organisasi dan dukungan anggaran, serta kolaborasi juga dianggap Amzulian sebagai jalan yang harus ditempuh KY ke depan.
"Pengawasan hakim merupakan aspek yang vital. Dalam mendorong proporsionalitas pengawasan, pembenahan Biro Pengawasan Perilaku Hakim juga perlu beriringan dengan pembentukan Kantor Penghubung di seluruh ibukota provinsi di Indonesia, meliputi 38 provinsi dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua Pegunungan. Selain itu, pengawasan hakim secara organik oleh lembaga-lembaga nonpemerintah juga harus ada pada tingkat yang lebih baik," jelas Amzulian.
Ketua KY Paruh II Periode 2023-2025 ini meyakini formulasi kewenangan dan kelembagaan KY yang ideal perlu dibangun melalui kerja kolektif dan berkelanjutan antara semua unsur, baik dengan MA, pemerintah, institusi peradilan dan penegak hukum, perguruan tinggi dan masyarakat.
"Hanya dengan cara ini, maka upaya memperkuat fungsi pengawasan KY dapat tercapai dalam upaya kita menggapai masa depan peradilan Indonesia yang lebih berkualitas,"
tutup Amzulian sekaligus menutup pembacaan orasi ilmiahnya. (KY/Halima/Festy)