Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon terakhir pada seleksi wawancara calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) adalah Nugraha Pradanita. Calon ditanyakan panelis apakah prinsip HAM universal dengan Pancasila sama. Menurutnya, prinsip HAM berdasarkan Pancasila terdapat pembatasan yang telah disepakati bersama. Misalnya, terkait agama dan kepercayaan. Sementara di dalam HAM universal, memilih tidak beragama juga termasuk bentuk kebebasan beragama, sedangkan bagi Pancasila tidak demikian.
“Untuk meyakini suatu keyakinan, hal itu sama sekali tidak ada permasalahan karena masalah pribadi dengan Tuhan. Masih soal peribadatan, kemudian masalah muncul karena ada perundang-undangan terkait yang mengatur hal itu. Misalnya terkait tempat beribadat. Yang jadi masalah bukan soal peribadatan, tetapi tempatnya," ungkap calon.
Nugraha juga ditanyakan mengenai kasus Pulau Rempang. Nugraha menjawab dengan menyatakan bahwa hak milik bisa dicabut dengan beberapa alasan. Salah satunya dicabut karena hak kepemilikan dipergunakan untuk melanggar hukum. Kedua, ada kepentingan umum yang lebih besar, yang tentunya pengalihan hak milik dilakukan dengan penggantian yang layak.
Di Pulau Rempang ini, sebetulnya tidak dapat merujuk kepentingan umum langsung, karena yang memanfaatkan bukan negara tetapi swasta. Namun masalahnya, di Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 disebutkan bahwa pembangunan hukum di Indonesia didedikasikan untuk pembangunan perekonomian berkelanjutan.
“Jadi pada saat kepentingan hukum bertemu dengan ekonomi, hukum seringkali harus mengalah. Kalau apakah terjadi pelanggaran HAM di Pulau Rempang, saya harus melihat prosesnya terlebih dahulu. Karena kalau cuma berdasarkan berita, saya rasa kurang fair,” ujar Nugraha.
Calon berpandangan bahwa penegakan Ham harus didedikasikan untuk pencegahan pelanggaran HAM di kemudian hari. Faktanya undang-undang terkait HAM sudah lengkap, tetapi penegakannya yang belum optimal, baik di tahap penyidikan maupun penyelidikan.
"Normanya sudah lengkap karena sudah mengadopsi konvensi hukum internasional yang lengkap. Namun, dalam penegakannya, jangankan kasus HAM masa lalu, yang sekarang saja sulit. Jika para aparat penegak hukum dan HAM dapat bekerja dengan baik, maka ke depan penyelesaian kasus HAM akan lebih baik,” pungkas Nugraha. (KY/Noer/Festy)