Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung dari Kamar Pidana keempat yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Noor Edi Yono. Oleh salah satu panelis, Edi ditanyakan soal wewenang Bawas MA untuk melakukan pengawasan terhadap hakim agung. Menurut calon, Bawas MA tidak memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan atau penindakan terhadap hakim agung atau ketua pengadilan tinggi (PT). Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016.
"Ketika hakim agung atau ketua PT dianggap melanggar kode etik, yang berwenang melakukan penindakan adalah pimpinan MA yang nantinya akan membentuk tim pemeriksa. Ketua Bawas hanya sebagai sekretaris," jelas Edi dalam wawancara terbuka, Selasa (17/10) di Auditorium KY, Jakarta.
Tambah Edi, Bawas MA hanya bisa memeriksa kepada hakim tinggi ke bawah. Jika ada laporan masyarakat yang terlapornya hakim agung atau KPT, maka Bawas MA akan memberikan memorandum kepada Ketua MA yang nantinya akan menunjuk tim yang akan memeriksa. Namun demikian, Bawas tetap berwenang melakukan pemeriksaan kepada hakim yustisial yang ada di MA.
Edi kemudian dicecar bagaimana Bawas MA memeriksa pengadilan seluruh Indonesia, tetapi di MA sendiri bisa kecolongan. Edi mengaku prihatin atas "tsunami" yang terjadi di MA. Sudah ada upaya yang dilakukan Bawas MA terkait hal ini. Sejak terjadinya kasus tersebut dibentuk satgas yang bertugas setiap hari. Sebelumnya Satgas sudah ada, tetapi tidak rutin bertugas, hanya dalam waktu tertentu saja. Jika ada yang saat ini ke MA, Edi menyarankan untuk melihat kantin. Selain mengecek kedisiplinan pegawai MA, Satgas juga memantau sistem informasi perkara.
“Laporan ini setiap saat dilaporkan ke Ketua MA. Hal ini dilakukan sebagai upaya dan bahan masukan Ketua MA untuk memperbaiki lembaga dan isinya,” ungkap Edi.
Dalam kaitan penanganan kasus pelanggaran kode etik hakim, Edi yang sudah cukup lama berpengalaman di Bawas MA berpendapat penyebabnya menyangkut integritas. Ada pembiaran dari hakim tersebut untuk membuka kesempatan melanggar kode etik.
“Ketika ada anak buah berani menghubungi atau mendekati untuk melakukan sesuatu yang tidak benar, tidak mungkin terjadi jika orang yang didekati mau menutup diri dari hal-hal tersebut,” tegas Edi. (KY/Noer/Festy)