Mahasiswa Punya Peran dalam Penegakan Hukum
Ketua KY Amzulian Rifai saat menjadi pembicara tamu pada Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Singaberbangsa Karawang (UNSIKA) Tahun 2023, di Aula UNSIKA, Rabu, 06/09.

Karawang (Komisi Yudisial) - Dunia peradilan di Indonesia masih menampilkan  potret buram. Komisi Yudisial (KY) hadir untuk memperbaiki, sekaligus mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi dan aparat peradilan. Untuk mengoptimalkan terwujudnya peradilan yang bersih tersebut, KY membutuhkan peran mahasiswa.

"Kadang kita geleng-geleng kepala bila ditanya apakah hakim sudah bekerja sebagai wakil Tuhan. Oleh karena itu, diperlukan lembaga negara yang khusus mengawasi hakim, maka lahirlah KY," buka Ketua KY Amzulian Rifai saat menjadi pembicara tamu pada Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas Singaberbangsa Karawang (UNSIKA) Tahun 2023, di Aula UNSIKA, Rabu, 06/09.

Amzulian menjelaskan bahwa KY memiliki kewenangan yang komprehensif. Kewenangan mencakup untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) kepada DPR. Wewenang lain, yaitu menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim seperti menangani laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), melaksanakan pemantauan perkara persidangan, melakukan advokasi hakim, serta menjadi garda terdepan guna melakukan peningkatan kapasitas hakim.

Ditanya pandangannya soal pengamalan nilai-nilai hukum yang berlaku di Indonesia, Amzulian menilai bahwa hampir dalam setiap aspek kehidupan tidak mempertahankan nilai-nilai tradisional, hukum Indonesia cenderung banyak dipengaruhi hukum barat.

"Sulit mempertahankan nilai tersebut, meski sebenarnya sederhana, apapun hukum kita  mestinya merujuk kepada Pancasila. Ada hukum yang harus berketuhanan, aturan yang mesti berkemanusiaan, kebersatuan, aturan yang harus merujuk pada kerakyatan dan keadilan," ungkap Amzulian.

Lebih jauh berbicara pada ranah hukum, Amzulian menyatakan kadang menemukan putusan-putusan pengadilan yang jauh dari nilai-nilai tersebut.

"Contohnya sederhananya terkait kasus tanah. Hakim hanya melihat pokoknya surat tidak ada, padahal yang memiliki sertifikat pun tidak punya kemampuan mengurus sertifikat. Tapi ada orang yang mencuri lahan orang lain, mengaku tanah dia sertifikat ada tapi dia bayar semua itu. Kalau keadilan, itu tentu tidak adil, dan itu banyak," pungkas Amzulian. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait