Tim Percepatan Reformasi Hukum Agendakan Penguatan KY
Sinergisitas KY dan Media Massa dalam Mewujudkan Peradilan Bersih, Sabtu (05/08) di Yogyakarta.

Yogyakarta (Komisi Yudisial) – Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki membeberkan bahwa salah satu agenda Pokja Reformasi Peradilan dan Penegakan Hukum yang diprakarsai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Mahfud MD adalah pembahasan penguatan wewenang KY. Dalam rencana jangka panjang, salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan perubahan Undang-Undang (UU) KY. Karena tidak bisa bicara kewenangan tanpa mengubah dasar hukumnya. Salah satu perubahan yang diusulkan terkait rekomendasi sanksi yang diusulkan KY, tetapi tidak ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung (MA). Oleh karena itu, sanksi ringan, sedang, dan berat berupa nonpalu akan diputus langsung oleh KY. Menurut Suparman, hal ini memberikan daya ikat dan represi besar kepada fungsi pengawasan KY.

“Untuk penguatan di internal, diusulkan ada deputi. Jadi Sekjen KY sebagai supporting. Kalau sekarang dua-duanya, supporting dan substantif. Ada banyak gagasan di sana terkait KY,” beber Suparman saat menjadi narasumber Sinergisitas KY dan Media Massa dalam Mewujudkan Peradilan Bersih, Sabtu (05/08) di Yogyakarta.

Dalam kesempatan sama, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang juga Anggota Pokja Reformasi Peradilan dan Penegakan Hukum Zainal Arifin Mochtar menyarankan agar pengawasan KY diperbanyak terkait suap. Korupsi hakim itu suap, maka sentra penguatan KY harus soal larangan suap. Suap paling banyak pasalnya dalam UU Tipikor, tetapi paling tidak dianggap. Karena kejadian apapun pasti yang dikenakan Pasal 2 dan 3, terutama oleh kejaksaan dan kepolisian. 

Zainal juga menyoroti makna hakim yang mulai banyak variannya, dan belum ada undang-undang yang menyatakan pengertian hakim. Dulu dikenal hakim hanya hakim. Tiba-tiba penafsiran Mahkamah Konstitusi (MK) membuat penafsiran baru, yaitu hakim dan hakim konstitusi. Salah satu alasan MK adalah Hakim MK dipilih dengan cara dan masa jabatan berbeda. Namun saat ini dengan UU MK terbaru, pengertiannya sudah hampir sama, terutama soal usia. 

Zainal kemudian menjelaskan saat ini hadir pengadilan yang sangat banyak, dan belum ada yang mengatur katup hakimnya. Misalnya pengadilan pajak yang baru dipindah berada di bawah MA. Ada banyak hakim baru, dan ada banyak kuasi peradilan yang bertindak sebagai hakim. Harus ada penafsiran ulang pengertian hakim dalam satu undang-undang, dan genrenya berapa banyak. Karena banyak lembaga negara seperti KPU, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan lain-lain yang menjalankan fungsi seperti peradilan. Hal ini penting dibicarakan karena terkait wewenang KY terhadap hakim.

“Pengertian hakim perlu dibuat ulang karena kita berkembang jauh dibandingkan saat amandemen UUD dibuat. Percepatan perkembangan hukum terjadi antara tahun 2003-2009, dan kita tidak kunjung membuat konsepsi baru,” pungkas Zainal. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait