KY Terus Pantau Kasus Hakim Agung yang Ditangani KPK
Ketua KY Amzulian Rifai saat media sharing dalam Sinergisitas KY dan Media Massa dalam Mewujudkan Peradilan Bersih, Jumat (4/8) di Yogyakarta.

Yogyakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) menanggapi soal Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung yang memvonis bebas Hakim Agung GS terkait kasus suap di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Ketua KY Amzulian Rifai mengatakan putusan tersebut belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Putusan bebas di tingkat pengadilan pertama memang dipandang tidak adil atau tidak sesuai dengan harapan publik. Namun, hal itu berdasarkan tafsir publik sendiri. Amzulian menegaskan bahwa hakim memiliki kebebasan memutus perkara. Hakim dipersilahkan memutus perkara berdasarkan ilmu pengetahuan, agama, dan integritas.

“Khusus dalam kasus ini, belum inkrah. Masih ada upaya hukum formal lain. Saya yakin KPK langsung banding. Kita masih menunggu itu, dan KY akan tentunya terus memantau,” ujar Amzulian saat media sharing dalam Sinergisitas KY dan Media Massa dalam Mewujudkan Peradilan Bersih, Jumat (4/8) di Yogyakarta.

Tidak mudah untuk mendapatkan atau menjadi hakim agung. Kondisi KY saat ini pro aktif mencari calon hakim agung (CHA) yang pantas menjadi hakim agung. Tidak gampang, karena _resources_ hakim karier yang ada juga tidak banyak. Namun, karena masih ada ketidakpercayaan publik dengan proses rekrutmen CHA di KY, sehingga membuat sumber CHA dari nonkarier juga tidak banyak. 

Amzulian menjelaskan proses seleksi CHA yang dilaksanakan secara partisipatif, transparan, akuntabel, dan objektif. Di tahap administrasi, selama memenuhi syarat, pasti lolos di tahap awal. Di tes psikologi yang menyarankan CHA lolos atau tidak bukan Anggota KY, tapi tim psikolog. Dalam tes kesehatan yang memberikan rekomendasi adalah tim dokter pemerintah. Bahkan dalam tes kualitas yang memberikan penilaian adalah pakar akademisi yang tidak diragukan kualitasnya, bersama hakim agung yang masih aktif atau telah pensiun. Jika semua proses tersebut CHA lolos, berarti lolosnya berdasarkan kualifikasi yang ada.

“Bahwa setelah itu ada masalah, itu di luar kekuasaan kami (KY). Saya saja belum tentu lulus jika ikut tes. Saya akademisi, tidak punya pengalaman praktik. Membaca kasus berbeda dengan membaca karya ilmiah,” beber Amzulian 

Di tahun 2013 ini, MA sudah meminta KY untuk dapat memenuhi permintaan hakim agung, dan saat ini masih dalam proses tahap ketiga yaitu kesehatan dan kepribadian. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait