Jakarta (Komisi Yudisial) - Anggota Komisi Yudisial Siti Nurdjanah menegaskan, proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) dilaksanakan secara transparan, partisipatif, akuntabel, serta memperketat aspek integritas. Hal ini sebagai upaya agar tidak ada lagi hakim agung yang terjerat dalam kasus suap.
Menurut Nurdjanah, KY juga meminta masukan masyarakat terhadap calon peserta mengenai rekam jejak dan integritasnya. Selain masukan dari masyarakat, lanjut Nurdjanah, KY juga menggandeng beberapa lembaga, baik formal maupun nonformal.
“KY punya Penghubung di daerah yang kita libatkan secara aktif dalam proses seleksi. Hal ini agar para calon hakim agung dan calon hakim ad hoc yang lulus benar-benar yang mempunyai kompetensi yang utuh, baik teknis yudisial maupun integritasnya,” tegas Nurdjanah dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Administrasi Calon Hakim Agung dan Calon Hakim ad hoc HAM di MA, Senin (12/6) secara daring.
Nurdjanah juga mengakui bahwa di tahun ini, sejumlah wajah lama juga kembali menjalani seleksi yang diselenggarakan KY. Khusus untuk seleksi calon hakim agung, setidaknya lebih dari 50 persen peserta pernah mengikuti seleksi.
"Saya tidak akan membacakan nama-namanya. Dari CHA yang lulus administrasi baik kamar Pidana, Perdata, maupun TUN khusus pajak, dari 63 orang, yang pernah mendaftar ada 39 orang. Kemudian untuk calon hakim ad hoc HAM, dari 21 orang yang lulus, ada 5 orang yang sudah daftar sebelumnya,” urai Nurdjanah.
Proses seleksi ini dilakukan sesuai permintaan MA untuk mengisi posisi 10 calon hakim agung yang terdiri dari 1 hakim agung Kamar Perdata, 8 hakim agung Kamar Pidana, dan 1 hakim agung Kamar TUN khusus pajak, serta 3 hakim ad hoc HAM di MA. (KY/Noer/Festy)