Jakarta (Komisi Yudisial) - Guru Besar Ilmu Hukum Tilburg University Prof. Maurice Adams mengungkap, bahwa ada tiga tipologi pegawai negeri sipil (PNS). Ketiga tipologi itu adalah pelayan pemerintah, pihak yang menegakkan hukum, dan PNS setia.
"Pertama, melayani pemerintah atau organisasi pemerintah. Jika organisasi pemerintah mengatakan rumput itu berwarna biru, padahal sebenarnya hijau, dengan tipologi pertama PNS harus tetap menyatakan rumput itu biru," buka Prof Maurice saat menjadi pembicara tunggal dalam seminar internasional "Ruang Lingkup Tugas Pegawai Negeri: Tipologi dan Perspektif Konstitusional", Selasa (22/5) secara hybrid.
Prof Maurice melanjutkan, tipologi kedua adalah pihak yang menegakkan hukum yang dapat dikatakan sebagai bagian dari legal formal. "Karena betul-betul harus mematuhi hukum yang berlaku," lanjutnya.
Ketiga, paparnya, PNS yang setia di mana mempunyai porsi menjunjung tinggi pada pelayanan publik.
Prof. Maurice sempat menyinggung ketidakpatuhan yang dilakukan PNS. Ia berpesan, agar sebelum melakukan ketidakpatuhan, maka harus merenungkan panduan-panduan berikut.
"Apakah tindakan-tindakan tidak patuh bisa dilakukan oleh PNS, perlu dilakukan dengan menjawab 10 pertanyaan berikut. Pertama, apakah mungkin mempertahankan ketidakpatuhan dengan mengajukan pelanggaran yang akan datang, atau yang sedang terjadi terhadap prinsip-prinsip penting dari negara konstitusional yang demokratis, khususnya pelanggaran terhadap hak-hak dasar? Kedua, apakah ketidaktaatan berdasarkan alasan yang masuk akal," tanya Prof. Maurice.
Ia melanjutkan panduan ketiga, yaitu apakah ada kemungkinan ketidaktaatan dapat secara efektif melindungi kepentingan konstitusional yang terlibat? Keempat, seberapa besar konsekuensi dari kebijakan yang diusulkan: struktural atau insidental? Kelima, apakah ada alternatif untuk perlawanan atau ketidaktaatan, dan apakah itu dipertimbangkan?
Ia juga berharap agar PNS berpikir dengan melihat seberapa besar kerugian yang ditimbulkan terhadap orang lain akibat ketidaktaatan tersebut, dan apakah PNS dapat membatasi kerugian tersebut? PNS juga diminta melihat apakah ada kepentingan-kepentingan umum lainnya yang dilanggar oleh perlawanan, dan apakah kepentingan-kepentingan itu telah diperhitungkan dalam pertimbangan untuk melakukan pembangkangan?
Kedelapan, tambahnya, apakah alternatif tenaga kerja yang masuk akal telah dieksplorasi untuk yang resisten, yaitu orang yang tidak patuh? Kesembilan, apakah tindakan atau sanksi yang diambil pemerintah proporsional? Terakhir, apakah pemberi kerja menyediakan prosedur untuk mengajukan keberatan, dan apakah prosedur itu telah diikuti?
“Berpikir untuk tidak patuh harus dipikirkan matang-matang. Menurut pengalaman saya di Belanda, ada banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai PNS. Ada langkah-langkah yang bisa dilakukan jika dirasakan kebijakan yang mengatur tentang kita tidak sesuai. Salah satunya dengan mengadukan ke parlemen secara kolektif terkait suatu kebijakan yang merugikan PNS atau profesi PNS,” beber Prof. Maurice.
Di negara Eropa, PNS diperlakukan sama dengan pegawai swasta. Menurut Prof. Maurice, mereka dapat melakukan demonstrasi terhadap kebijakan yang dianggap merugikan atau menuntut hak, melakukan serikat pekerja, dan lain-lain. Perbedaannya, pegawai swasta setia pada perusahaan pemberi kerja, sedangkan PNS pada setia pada institusi atau undang-undang.
“Bukan setia pada pemerintah,” tegas Prof. Maurice.
Di negara Italia, pemecatan PNS dapat dilakukan karena melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Pemecatan hanya dapat dilakukan melalui penilaian oleh hakim atau peradilan. Secara prinsip ketidakpatuhan dapat dilakukan apabila bisa menimbulkan kekacauan.
“Mereka memiliki beberapa panduan yang merumuskan kriteria pelanggaran. PNS dilindungi oleh undang-undang HAM dan prinsip kebebasan berekspresi. Di Belanda juga sering terjadi ketidakpatuhan PNS, dan ada komite sendiri untuk menangani hal tersebut,” pungkas Maurice. (KY/Noer/Festy)