Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) terakhir yang diwawancara adalah Ukar Priyambodo yang berprofesi sebagai advokat dan mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Samarinda.
Calon ditanyakan pandangannya terkait peristiwa-peristiwa yang belakangan mencoreng MA sehingga menyebabkan ketidakpercayaan publik. Panelis bertanya apa alasan calon mengikuti seleksi. Ukar menegaskan, persoalan tercorengnya integritas di MA menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi tertinggi peradilan. Oleh karena itu, seorang hakim untuk membentengi diri agar tidak mudah tergoda.
"Saya berjanji akan membentengi diri dengan iman dan takwa yang saya miliki," tegas Ukar dalam wawancara, Kamis (2/2) di Auditorium KY, Jakarta.
Berkaca pada putusan Pengadilan HAM ad hoc pada Pengadilan Negeri Makassar yang memutus bebas terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, publik meminta pendapat calon di mana letak "kesalahan" sidang tersebut sehingga hakim memutus bebas terdakwa.
"Saya tidak mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan dalam sidang Paniai karena hal itu menjadi wewenang pengadilan tingkat pertama sehingga saya tidak bisa mencampuri urusan tersebut. Namun, apabila saya dipercaya untuk mengadili di tingkat kasasi, saya akan mempelajari faktor apa saja yang menyebabkan terdakwa kasus Paniai bisa bebas," ujar Ukar.
Lebih lanjut, ia juga ditanya soal pelanggaran HAM di Papua. Calon berpendapat bahwa hal itu bermula karena adanya kecemburuan sosial terkait pembangunan di wilayah tertentu. Padahal, Papua memiliki sumber daya alam yang melimpah. Gejolak-gejolak tersebut menjadi perhatian pemerintah, sehingga TNI/Polri merasa bertanggung jawab untuk mengamankan keadaan di sana. (KY/Halimah/Festy)