Serang (Komisi Yudisial) – Dalam Edukasi Publik yang mengambil tema “Peran Serta Komisi Yudisial dan Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan Peradilan Bersih”, Tenaga Ahli Komisi Yudisial (KY) Totok Wintarto menjelaskan tentang sejarah, wewenang, dan tugas KY terkait penerimaan laporan masyarakat. Totok menjelaskan bahwa tidak semua kasus yang masuk ke KY pasti hakimnya terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Perlu ada proses pembuktian dan klarifikasi dari KY kepada hakim terlapor. Karena meskipun ada bukti “kuat” yang didapat, ternyata setelah proses klarifikasi bisa berbeda hasilnya.
Totok memberikan contoh, KY pernah menerima foto di mana hakim sedang bersama dengan advokat salah satu pihak yang berperkara. Setelah dilakukan klarifikasi kepada hakim terlapor, diketahui hakim tersebut sedang berada di resepsi pernikahan.
“Ternyata hakim adalah kolega dari besan pengantin pria, dan advokat di foto adalah pihak keluarga dari pengantin pria. Sedangkan yang mengambil foto dan melapor adalah masih keluarga dari pihak pengantin wanita. Saat itu hakim tidak sengaja bertemu dengan advokat tersebut, dan hanya basa basi sebentar. Tapi ternyata saat basa-basi tersebut dijepret, seakan bertemu di mana. Padahal itu juga resepsi pernikahan, ramai, dan hakimnya sudah meminta tidak berlama-lama karena merasa tidak etis,” beber Totok.
KY juga tidak gegabah dalam menyatakan hakim melanggar KEPPH atau tidak. Ada hakim yang dilapor karena dianggap membentak, setelah konfirmasi ternyata hakimnya dari Sumatera Barat. Intonasi nada berbicaranya memang keras. KY memahami hal tersebut karena memahami bahwa Indonesia negara luas, beda ragam budaya, sehingga cara berkomunikasi juga bisa berbeda. Sedangkan hakim diwajibkan siap ditempatkan di mana saja. Pernah juga hakim dilapor karena tertidur dalam persidangan.
“Kami klarifikasi, dan ternyata benar terjadi. Namun dijelaskan bahwa hakim tersebut bersidang hingga tengah malam di hari sebelumnya, dan diminta menggantikan hakim lain yang berhalangan hadir dalam persidangan pagi. Karena syarat sidang hakim harus tiga orang, mau tidak mau hakim tersebut hadir. Tapi memang dunia peradilan kita belum ideal, sehingga KY juga lebih berhati-hati dalam memutus apakah hakim melanggar KEPPH atau tidak,” jelas Totok.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Serang Subagyo pada kesempatan sama menjelaskan tentang kewenangan membuat Peraturan Daerah, yang merupakan wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah dari suatu daerah, dan sebaliknya Peraturan Daerah merupakan salah satu sarana dalam penyelengaraan Otonomi Daerah. Suatu Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain atau Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Salah satu tujuan dibentuknya Peraturan Daerah adalah guna menjamin kepastian hukum dan menciptakan serta memelihara ketentraman dan ketertiban umum.
“Berbicara tentang kepastian hukum dan penegakan Peraturan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, tentu tidak terlepas dari terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, yang dalam perwujudannya diperlukan suatu kemampuan manajemen dan profesionalisme antar instansi terkait dalam menangani berbagai pelanggaran-pelanggaran menyangkut ketertiban sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan,” ujar Subagyo. (KY/Noer/Festy)