Brussel (Komisi Yudisial) – Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) M. Taufiq HZ beserta Anggota KY Amzulian Rifai dan Binziad Kadafi serta empat orang pegawai KY berkunjung ke High Council of Justice (HCJ) atau yang dikenal sebagai KY Belgia, Selasa (25/10) di Brussel, Belgia. Delegasi KY tersebut langsung disambut oleh Lucia Dreser selaku Presiden HCJ, Natalie Callebaut yang membawahi seleksi hakim di Belgia, Valerie Delfosse yang merupakan Presiden Bidang Investigasi dan Rekomendasi, serta Daan Vuverman yang membawahi di Bidang Audit Administrasi Lembaga Peradilan.
Pada kesempatan itu, Dreser memberikan pemaparan terkait sejarah, dasar hukum, jumlah keanggotan hingga tugas HCJ. Sementara Callebaut menjelaskan soal seleksi hakim pada tingkat pertama, banding, dan kasasi (court of cassation) yang dilaksanakan oleh HCJ.
Untuk menjadi hakim di Belgia, seseorang, kata Callebaut, harus lulus ujian yang terdiri dari, pertama, lulus ujian yang diselenggarakan oleh HCJ. Adapun ujian yang dilaksanakan oleh HCJ adalah ujian masuk untuk menjadi peserta magang, kemudian ujian bakat, dan ujian evaluasi yang dilakukan secara lisan. Kedua, aseessment, ketiga adalah ditetapkan oleh Raja.
Anggota KY Amzulian Rifa’I tertarik membahas kewenangan seleksi hakim yang dilakukan oleh HCJ, “Apakah seleksi hakim, termasuk supreme court juga menjadi tugas HCJ? Karena di Indonesia, KY hanya bertugas melakukan seleksi untuk tingkat Mahkamah Agung atau supreme court,” tanya Amzulian. Dreser kemudian menjelaskan jika HCJ melakukan seleksi hakim untuk semua level, termasuk kasasi atau supreme court.
Kemudian Binziad Kadafi menjelaskan wewenang dan tugas KY, di antaranya: melakukan seleksi calon hakim agung, mengupayakan kesejahteraan hakim, dan advokasi hakim.
“Terkait kesejahteraan hakim, KY berupaya untuk mendorong revisi peraturan pada tahun 2012 agar ada perbaikan kesejahteraan hakim”, kata Kadafi.
Kadafi menjelaskan advokasi hakim. Contoh kasus yang disampaikan oleh Kadafi adalah teror dan vandalisme ke majelis hakim serta membuat kegaduhan atau keributan di persidangan.
Merespons hal itu, Dreser menceritakan sekitar 10 tahun yang lalu, wacana keamanan hakim dan pengadilan belum menjadi perhatian. “Ketika itu saya pernah mengalami ancaman dari geng motor terkait dengan kasus yang saya tangani saat menjadi hakim. Situasi saat itu sangat mencekam, hingga akhirnya polisi harus melakukan pengecekan keamanan selama 24 jam di sekitar kediaman saya. Sebelumnya juga pernah ada kasus pembunuhan hakim yang menjadi korban dari kasus yang sedang ditangani,” cerita Dreser.
Dreser mengakui ketiadaan sistem pengawasan yang cukup yang membuat hal ini dapat terjadi. Apalagi karena saat itu semua orang dapat mengunjungi pengadilan dan tidak ada kontrol atau pengamanan. Meskipun begitu, hal baiknya adalah pasca kejadian tersebut, wacana keamanan hakim dan pengadilan kemudian menjadi poin penting untuk dibahas dan dilakukan segera pengadaan atas hakim dan pengadilan. Terkait pihak yang bertanggung jawab atas keamanan hakim dan pengadilan, maka Dreser menegaskan bahwa yang bertanggung jawab adalah Ketua MA dan polisi.
“Itu bukan tanggung jawab kami, melainkan tanggung jawab Ketua MA dan pihak keamanan (polisi) di Belgia,” pungkas Dreser. (KY/Ikhsan/Festy)