Den Haag (Komisi Yudisial) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) M. Taufiq HZ beserta Anggota KY Amzulian Rifai dan Binziad Kadafi melakukan pertemuan dengan Presiden The Nederlands Council for Judiciary/Raad voor de Rechtspraak (RvdR) Hank Naves, Direktur Keuangan RvdR Jos Puts dan Direktur Sistem IT Peradilan RvdR Harry Koster Jum’at (28/10) di Den Haag, Belanda terkait pembahasan penganggaran badan peradilan.
Menurut Naves, RvdR bertindak sebagai penyangga (buffer) peradilan dari pemerintah. Posisi sebagai buffer ini untuk menjaga agar politik tidak ikut campur terhadap tugas-tugas peradilan.
“Tugas penting lain dari RvdR adalah budgeting peradilan. Ini merupakan tugas Komisi Yudisial yang paling ideal di Uni Eropa, sebab di antara negara Uni Eropa lainnya, hanya RvdR yang mempunyai tugas budgeting peradilan. Apalagi tugas ini tidak diintervensi oleh kekuasaan lainnya," tambah Naves.
RvdR juga menjelaskan secara lengkap mekanisme budgeting peradilan. Jos Puts selaku Direktur Keuangan RvdR menjelaskan bagaimana mereka menentukan anggaran setiap pengadilan yang didasarkan pada rumus sederhana, yaitu p x q (price x quantity).
“Baseline anggaran setiap pengadilan disusun setiap 3 tahun. Jika terdapat kelebihan anggaran di suatu tahun, kelebihan tersebut tidak perlu dikembalikan ke negara, melainkan harus disimpan di rekening deposito masing-masing pengadilan sebagai dana cadangan. Dana cadangan ini dapat digunakan sewaktu-waktu jika terjadi krisis atau situasi tidak terduga, seperti pandemi COVID-19," ujar Jos Puts.
Pada sesi diskusi, Amzulian menyampaikan jika RvdR memiliki peran yang sangat penting bagi peradilan. Tugas budgeting ini menjadikan peradilan dan hakim menjadi hormat kepada RvdR.
"Hal tersebut tidak terjadi begitu saja dan tidak mudah untuk dilakukan. RvdR harus memberikan informasi yang akurat terkait anggaran peradilan dikarenakan ada kalanya kami sebagai buffer seperti mendapat tekanan dari peradilan, begitu juga dari pemerintah. Meski begitu, komitmen kami adalah menjaga peradilan dari intervensi politik," jawab Naves.
Kemudian berkaitan dengan isu kesejahteraan hakim, Kadafi menyampaikan jika remenurasi/tunjangan hakim di Indonesia terakhir kali mengalami kenaikan pada tahun 2012, yang sampai saat ini belum dilakukan peninjauan ulang. "Sehubungan dengan hal tersebut, bagaimana dengan kesejahteraan hakim di Belanda?," tanya Kadafi.
Jos Puts menjelaskan, hal itu bukanlah wacana yang terus diperbincangkan layaknya di Indonesia. "Saat ini di Belanda, gaji hakim dianggap sudah sesuai standar. Namun jika ada hakim merasa gajinya sudah tidak sesuai, maka mereka bisa mengajukan kenaikan gaji/tunjangannya melalui organisasi hakim dengan menyampaikan argumen yang jelas kepada Menteri Kehakiman. Usulan kenaikan disertai penjelasan tersebut akan dipertimbangkan oleh pemerintah. Hal ini bukti bahwa pemerintah Belanda berkomitmen terhadap perbaikan peradilan," jelas Jos Puts.
M. Taufiq HZ juga sempat menanyakan apakah ada pengamanan terhadap hakim di pengadilan dan bagaimana anggarannya?
“Tidak ada anggaran khusus untuk pengamanan persidangan di Belanda. Hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pengadilan sangat tinggi, yang dicerminkan dari rendahnya jumlah pengaduan yang diterima dibandingkan jumlah kasus yang diputus pengadilan, yaitu 2,800 aduan dari sekitar 1,5 juta kasus dalam setahun yang ditangani oleh seluruh hakim di Belanda. Selain itu, pengamanan pengadilan menjadi tugas pemerintah kota, dalam hal ini oleh walikota dan kepolisian setempat," jawab Jos Puts. (KY/Ikhsan/Festy)