KY dan ENCJ Bahas Survei Independensi Peradilan
Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) M. Taufiq HZ beserta Anggota KY Amzulian Rifai dan Binziad Kadafi serta empat orang pegawai KY melakukan kunjungan European Network of Councils for the Judiciary (ENCJ), Rabu (26/10) di Brussel, Belgia.

Brussel (Komisi Yudisial) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) M. Taufiq HZ beserta Anggota KY Amzulian Rifai dan Binziad Kadafi serta empat orang pegawai KY melakukan kunjungan European Network of Councils for the Judiciary (ENCJ), Rabu (26/10) di Brussel, Belgia. Delegasi KY disambut oleh Direktur ENCJ Monique van der Goes  dan Aleksandra Swilatalska, yang merupakan salah seorang pegawai di ENCJ.

 

Selain membahas soal sejarah, profil kelembagaan hingga ENCJ terhadap negara-negara anggota ENCJ, Monique juga menjelaskan program unggulan ENCJ, yaitu survei tentang independensi peradilan yang dilakukan setiap 2 tahun sekali. Responden survei ini adalah para hakim dari negara-negara Uni Eropa.  

 

Sejak 2015, survei telah dilakukan 4 kali yang selalu ada peningkatan jumlah responden. Ketika survei dilakukan pertama kali pada 2015, terdapat 6.000 hakim dari negara-negara anggota Uni Eropa yang menjadi responden. Kemudian pada 2017 jumlahnya menjadi 11.700, dan terakhir pada 2022 jumlahnya meningkat signifikan menjadi 15.821 hakim.

 

Salah satu temuan dari survei 2022, Monique menyampaikan bahwa ada 2 negara yang hampir 100% hakimnya percaya bahwa independensi mereka dihormati penuh oleh pemerintah negaranya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, yaitu Denmark dan Norwegia. 

 

“Sementara negara yang hasil surveinya menunjukkan ketidakpercayaan hakim atas penghormatan pemerintah terhadap independensi peradilan adalah Slovenia, Slovakia, Perancis, Bulgaria, serta England and Wales," Monique.

 

Di samping soal survei, Monique juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa negara yang keanggotaannya di ENCJ dibekukan, bahkan kemudian dikeluarkan, lantaran pemerintahnya dianggap tidak mampu menjaga independensi peradilan dari intervensi cabang kekuasaan negara lainnya, khususnya eksekutif. Negara tersebut adalah Polandia, dan yang tengah dalam sorotan intensif adalah Hungaria. (KY/Ikhsan/Festy)

 

 


Berita Terkait