Hakim Agung Jadi Tersangka Korupsi, KY-MA-KPK Gelar Konferensi Pers
Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan konferensi pers bersama tentang penahanan tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi di MA, Jumat (23/09) di Gedung KPK, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan konferensi pers bersama tentang penahanan tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi di MA, Jumat (23/09) di Gedung KPK, Jakarta.

Konferensi pers yang dilaksakan secara daring dan luring dari Gedung Merah Putih KPK ini menghadirkan Anggota KY Binziad Kadafi, Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain, dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

KY memiliki concern yang sangat mendalam terhadap kasus ini. Apalagi, OTT berikut pengembangannya melibatkan hakim agung dan hakim yustisial sebagai tersangka. KY mengapresiasi KPK yang mau mengerahkan tenaga dan pikirannya mengungkap praktik korupsi di badan peradilan. KY sangat mendukung apabila KPK berfokus pada isu judicial coruption ke depannya. 

“Apa yang ditangani saat ini menunjukkan bahwa sistem penegakan hukum di Indonesia masih bisa berjalan. Sosok pejabat dengan posisi yang tinggi di peradilan masih  bisa menjadi tersangka dalam proses pengungkapan oleh KPK,” ujar Kadafi.

Kadafi mempertegas ketiga lembaga ini tentu saja memiliki kewenangan yang berbeda-beda. KPK sebagai lembaga penegak hukum pastinya memiliki luxury dengan upaya paksa serta memperoleh bukti-bukti lewat penyelidikan dan penyidikan. Di sisi lain, KY memiliki kewenangan untuk menjaga, mengawasi, serta mendisiplinkan hakim dari perilaku menyimpang. MA membawahi Badan Pengawasan yang punya kewenangan pengawasan internal terhadap seluruh aparatur peradilan. 

“Ketiga kewenangan ini tidak kita lihat berbeda secara diametral, tetapi ada potensi  kolaborasi dari waktu ke waktu. Kami tahu ada kelemahan dari sistem penanganan perkara, termasuk pengawasan dan pendisiplinan yang dilakukan lembaga-lembaga ini,” beber Kadafi. 

KY akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka hakim dalam ruang lingkup kewenangannya. KY juga menghormati ruang yang harus dijaga oleh KPK dalam melakukan proses penegakan hukum. Oleh karena itu, pemeriksaan yang KY lakukan akan terus dikoordinasikan baik dengan KPK dan MA. Soal waktunya apakah bersamaan dengan proses penegakan hukum atau sesudah itu, nanti akan dikoordinasikan secara erat dengan kedua lembaga tersebut. 

“Terakhir, KY mendukung langkah-langkah yang dilakukan KPK untuk menyelesaikan perkara ini setuntas-tuntasnya,” tegas Kadafi.

Untuk itu, ke depan KY mendorong dijalankannya deteksi dini guna pencegahan dan penindakan terhadap perilaku menyimpang. KY, MA, dan KPK telah sering melakukan kolaborasi. Namun mungkin kolaborasi sebelumnya belum optimal, sehingga akan dioptimalkan lagi. Sebagai contoh Bawas punya yurisdiksi  terhadap pegawai dan panitera pengadilan, di mana KY tidak punya. KY fokus pada hakim. Sementara dilihat dari pola korupsi di peradilan, berkali-kali pintu masuknya dari pegawai atau panitera. Oleh karena itu, apabila melakukan kolaborasi ke depan, KY dan MA bisa fokus dan tegas. Apabila ada laporan pelanggaran KEPPH yang menjurus kepada pelanggaran hukum, apalagi tindak pidana korupsi, akan dikolaborasikan dengan KPK. 

“Mudah-mudahan kolaborasi kami ke depan semakin efektif, dan pada gilirannya mengurangi frekuensi korupsi di lembaga peradilan,” harap Kadafi.

Terakhir Kadafi menegaskan, ada aspek yang perlu diperhatikan terkait perkara yang masuk ke MA setiap tahun yang mencapai belasan hingga puluhan ribu. Penanganannya  butuh kehati-hatian, dan pengawasannya butuh lebih efektif karena ruang lingkup begitu besar. 

“Apabila pembatasan kasasi bisa dilakukan secara lebih ketat di MA dalam RUU MA, yang menjadi _concern_banyak pihak termasuk KY, mudah-mudahan peluang terjadinya korupsi bisa ditekan,” pungkas Kadafi. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait