Jakarta (Komisi Yudisial) – Pimpinan Komisi Yudisial (KY) melakukan pertemuan terkait penetapan tersangka hakim agung dengan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (29/09), di Gedung KPK RI. Dalam pertemuan tertutup tersebut, hadir Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata, Wakil Ketua KY M. Taufik HZ, Anggota KY Amzulian Rifai, Sekjen KY Arie Sudihar, dan Jubir KY Miko S. Ginting, dan jajaran pejabat struktural KY. Pihak KPK hadir Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, dan jajaran pejabat struktural KPK.
Setelah melakukan pertemuan, Mukti Fajar dan Alexander Marwata menemui rekan media yang telah menunggu.
Mukti menjelaskan dari hasil pertemuan dengan KPK, didapatkan beberapa hal. Pertama, KPK memberikan waktu dan ruang kepada KY seluas-luasnya untuk melakukan pemeriksaan etik kepada tersangka, dan juga kemungkinan keterlibatan hakim-hakim yang lain dalam wilayah etik. Kedua, terkait pertukaran data berdasarkan MoU yang telah ditandatangani KY dan KPK, jika ada indikasi tindak pidana korupsi misalnya, maka KY akan serahkan datanya kepada KPK. Begitu pula sebaliknya, jika ada pada pemeriksaan tindak pidana korupsi tapi ada unsur kode etik, maka diserahkan kepada KY.
“Ketiga, untuk membangun proses hubungan yang lebih komprehensif dan kuat, maka ketiga pihak, yakni KPK, KY, dan MA secara bersama-sama untuk melakukan tindakan pengawasan dan penegakan terhadap penyalahgunaan jabatan hakim tersebut,” beber Mukti.
Mukti kemudian mempersilahkan media untuk bertanya. Media menanyakan apakah ada kemungkinan pihak lain diperiksa dalam kasus penangkapan hakim agung oleh KPK. Mukti menjawab bahwa pemeriksaan memungkinkan dilakukan terhadap para pihak yang terkait . Ia menjelaskan bahwa diawali dari apa yang sudah dilakukan oleh KPK. Nanti dari situ, sambungnya, KY bisa melanjutkan pemeriksaan. Mukti menekankan bahwa KY hanya akan bergerak pada wilayah etik. Jadi bisa saja KY kembangkan pada hakim-hakim yang lain, yang mungkin tidak bisa masuk ranah KPK, tapi bisa masuk ranahnya KY.
“Ini masih proses pemeriksaan, nanti kita update lagi informasi berapa orang yang bisa diperiksa secara etik. Yang penting kita sudah diberi kesempatan untuk melakukan pemeriksaan awal. Pada saatnya nanti akan kita sampaikan juga, siapa saja yang kita lakukan pemeriksaan etik,” ujar Mukti.
Jika KY nantinya menemukan pelanggaran KEPPH pada oknum hakim, tergantung pada apa yang dilakukan pada pelanggaran KEPPH, maka bisa dikenakan sanksi ringan, sedang, atau berat. Sanksi yang paling berat adalah pemberhentian dengan tidak hormat, yang dilakukan melalui sidang MKH antara KY dan MA. Mukti juga menekankan bahwa MA mendukung upaya yang telah dilakukan oleh KY dan KPK.
“Kita sudah membangun komunikasi dengan MA. Tidak ada satupun upaya-upaya menghalangi, bahkan mendorong. Silakan KY untuk menjalankan tugas dan kewenangannya, sehingga sangat kooperatif. Selanjutnya akan terus dibangun komunikasi antara KPK, KY, dan MA untuk menjaga sinergitas bersama-sama,” tegas Mukti. (KY/Noer/Festy)