Jakarta (Komisi Yudisial) – Pimpinan Komisi Yudisial (KY) dan Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia melakukan penandanganan Nota Kesepahaman antara kedua lembaga negara di Auditorium KY, Selasa (6/9). Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata dan Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menyepakati beberapa poin kesepakatan yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman tersebut. Tujuan nota kesepahaman ini untuk meningkatkan kerja sama dan bersinergi terkait pengawasan hakim dan pelayanan publik dalam mewujudkan peradilan bersih dan hakim berintegritas.
“MoU ini penting, karena kedua lembaga bisa saling melengkapi satu sama lain dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas eksternal,” ujar Anggota KY selaku Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Amzulian Rifai dalam kata pengantarnya.
KY kekuatan terbesarnya adalah diatur secara khusus dalam UUD 45, dengan kewenangan yang begitu besar, namun memiliki tugas berat. Misalnya rekrutmen calon hakim agung di mana KY harus mencari hakim agung terbaik di antara ribuan hakim dan ratusan pengadilan Indonesia.
Lebih lanjut Amzulian mengatakan, KY juga memiliki kelemahan, yakni belum memiliki kantor di seluruh provinsi di Indonesia. Penghubung KY ada di 12 wilayah, dan 8 wilayah lagi dalam proses penambahan.
“Bayangkan tugas yang harus dilaksanakan. Misalnya tracing calon hakim agung, tentu membutuhkan teman di daerah. Di sisi lain Ombudsman dibentuk oleh UU, tapi memiliki kekuatan yang tidak dimiliki lembaga lain. Yakni punya perwakilan di semua daerah, dengan mutatis dan mutandis,” tambah Amzulian.
Amzulian melanjutkan, Ombudsman juga memiliki imunitas yang diatur dalam UU, dan tidak bisa dituntut ke hadapan pengadilan. Ombudsman juga memiliki kewenangan memanggil paksa.
"Jadi sesungguhnya KY dan ORI bisa saling menguatkan. Maka, KY dan ORI bekerja sama untuk saling memperkuat tugas masing-masing. Karena pengadilan salah satu pihak banyak yang dilaporkan ke Ombudsman. Mudah-mudahan MoU ini bisa kita tindak lanjuti, komunikasi kita bisa tingkatkan,” harap Amzulian. (KY/Noer/Festy)