Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) kembali menerima audiensi perguruan tinggi secara tatap muka di Auditorium KY pada Kamis (02/06). Sebanyak 100 mahasiswa dan dosen pendamping dari Fakultas Hukum dan Syari’ah Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang hadir, dan disambut oleh Tenaga Ahli KY Totok Wintarto dan Kepala Bidang Analisis KY Jonsi Afriantara.
Totok membuka audiensi dengan memperkenalkan sejarah berdirinya KY. KY diperlukan dalam rangka mengupayakan penegakan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Lalu keinginan yang besar dari masyarakat dalam mencari keadilan melalui peradilan yang bersih. Terakhir adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pengawasan atas perilaku hakim di luar teknis yudisial oleh sebuah lembaga independen.
KY adalah lembaga negara bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
“Isi dari Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 tersebut diturunkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY, yang salah satunya adalah kewenangan melakukan pengawasan hakim,” ujar Totok.
Masyarakat bisa melaporkan ke KY apabila ada hakim yang diduga melanggar Kode Etik & Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), tentunya disertai bukti permulaan yang cukup kuat. Semua alat bukti yang diterima oleh KY akan diuji keasliannya. Misalnya pernah terjadi KY memeriksa keaslian bukti yang diterima dengan menguji tulisan dan suara. Hakim yang dilaporkan disuruh menulis berulang-ulang. Dari suara, ketika hakim datang untuk diperiksa, direkam suaranya. Tulisan dan suara itu diuji di laboratorium. KY pergi ke pengadilan, minta agenda hakim terlapor. Ketika menulis di hadapan KY, hakim tersebut tahu diuji, jadi suka-suka. Setelah hasil laboratorium keluar, bukti tersebut dibawa ke sidang MKH, dan digunakan.
“Untuk itu, laporan ke KY harus benar, jangan main-main. Jika memang bisa membuktikan, kemungkinan hakim terlapor bisa berhenti,” pungkas Totok. (KY/Noer/Festy)