CHA Moch. Sukkri: UU Nomor 16 Tahun 2019 Disahkan, Permohonan Dispensasi Perkawinan Meningkat
Calon Hakim Agung (CHA) Kamar Agama terakhir yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Jambi Moch. Sukkri

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon Hakim Agung (CHA) Kamar Agama terakhir yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Jambi Moch. Sukkri CHA Sukkri diminta pandangannya tentang pernikahan dini dan dispensasi nikah. Dengan keluarnya UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka terdapat perubahan pengaturan umur. Adapun dalam aturan baru tersebut, menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki 

 

“Trend yang terjadi di pengadilan agama, justru dengan adanya UU nomor 16 tahun 2019, permohonan dispensasi meningkat, 100% bahkan lebih. Saya tahu karena saya sering diminta untuk menyosialisasikan ini,” beber Sukkri.

 

Sukkri menambahkan, MA kemudian menerbitkan Perma Nomor 5 Tahun 2019 yang mengatur cara mengadili permohonan dispensasi perkawinan. Sukkri menyarankan perlu adanya keterlibatan tokoh masyarakat dalam menyosialisasikan kerugian perkawinan anak, dan pentingnya perkawinan saat usia anak sudah siap. Di dalam Perma tersebut, permohonan dispensasi dapat dikabulkan dalam hal mendesak. Namun, hal mendesak ini ditafsirkan oleh hakim berbeda-beda.

 

“Kadang sudah hamil dianggap sudah mendesak. Hakim lain menganggap hamil itu akibat perbuatan kesalahan, dan tidak perlu dilindungi. Ada yang mengatakan anak ini perlu dilindungi, karena ketika lahir perlu perlindungan dari negara, dan sebagainya,” jelas Sukkri.

Pengertian hal yang mendesak, lanjut Sukkri, akhirnya dikembalikan kepada hakim sesuai dengan keadaan saat pemeriksaan. “Tugas hakim menegakan hukum dan keadilan. Dalam artian hukum menurut aliran legisme, hukum tertulis. Ketika mentok, kembali ke keadilan. Pandangan keadilan itu bisa bermacam-macam,” kata Sukkri.

 

Prinsip the best interests of the child menjadi patokan utama dalam perkara anak. Termasuk dalam sengketa penguasaan anak. Kepentingan anak harus diutamakan. Dalam perkara dispensasi perkawinan anak karena hamil, bisa jadi ada yang mengatakan kepentingan pribadi anak yang di dalam kandungan juga diutamakan.

“Oleh karena itu, perlu ada semacam lembaga konseling. Sebelum perkara itu masuk ke pengadilan untuk menekan perkara anak, dia harus masuk dulu ke dalam lembaga konseling. Artinya pengadilan dapat menerima pengajuan itu dengan syarat sesudah melalui lembaga konseling. Selama ini belum ada pengaturan itu, masih dalam pemikiran saya,” saran Sukkri. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait