KY Bekerja Mencari Sosok Hakim Agung Terbaik
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Program Magister Hukum Universitas Bung Karno. Kegiatan yang mengambil tema “Eksistensi Komisi Yudisial dalam Seleksi Calon Hakim Agung” ini,l dilaksanakan pada Sabtu (9/4), di Aula Ir. Soekarno Universitas Bung Karno, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Nasional Program Magister Hukum Universitas Bung Karno. Kegiatan yang mengambil tema  “Eksistensi Komisi Yudisial dalam Seleksi Calon Hakim Agung” ini,l dilaksanakan pada Sabtu (9/4), di Aula Ir. Soekarno Universitas Bung Karno, Jakarta. Hadir sebagai narasumber Akademisi dan Praktisi Hukum Dewi Iryani dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Puguh Aji Hari Setiawan sebagai moderator. Puluhan peserta hadir dari civitas Universitas Bung Karno maupun kampus lain, dalam seminar yang dilaksakan secara tatap muka ini.

 

Mukti membuka dengan menjelaskan isi Pasal 24B UUD NRI 1945, yakni KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. KY saat ini dalam proses seleksi kesehatan dan kepribadian seleksi calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) di Mahkamah Agung (MA). 

 

“Saya baru mendarat semalam dari Makassar dalam rangka klarifikasi rekam jejak CHA. Di rekrutmen kali ini, terjadi kenaikan, yaitu 136 orang CHA dan 57 calon hakim ad hoc Tipikor di MA. Sehingga kita harus bekerja keras untuk menyeleksi hakim agung, sebagai benteng terakhir peradilan,” buka Mukti. 

 

Rangkaian seleksi berlangsung cukup lama, dari seleksi administrasi di akhir tahun 2021. Di bulan Mei mendatang, diharapkan proses di KY selesai, sehingga nama-nama calon siap untuk diberikan kepada DPR. Di DPR nanti akan dilakukan fit and propers test, untuk memilih nama-nama CHA yang disetujui menjadi hakim agung. Ada perdebatan di kalangan akademisi hukum, jika memang menginginkan pemisahan kekuasaan, proses seleksi CHA harusnya selesai di KY. 

 

“Tapi secara politis, DPR merupakan perwakilan rakyat. Sehingga hampir semua proses muaranya di DPR. Makanya bisa ada kejadian CHA tidak disetujui oleh DPR,” beber Mukti.

 

Setiap proses seleksi dilakukan dengan ketat. Termasuk dalam tes kesehatan dan kepribadian yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Tes kesehatan perlu, karena perkara yang ditangani hakim agung banyak. 

 

Sekadar informasi,Seleksi ini mencari delapan posisi CHA yang dibutuhkan MA adalah untuk mengisi 1 orang di kamar perdata, 4 orang di kamar pidana, 1 orang untuk kamar agama, dan 2 untuk kamar tata usaha negara khusus pajak. Selain CHA juga dibutuhkan 3 orang untuk hakim ad hoc Tipikor di MA. (KY/Noercholysh/Festy)


Berita Terkait