Bekasi (Komisi Yudisial) - Dalam persidangan kebenaran diungkapkan, keadilan diletakkan, dan nasib seseorang ditentukan. Oleh karena itu, hakim harus menerapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) di persidangan. KEPPH ini sebagai nilai dan panduan yang harus ditaati oleh semua hakim ketika menjalankan aktivitasnya.
Mantan hakim tinggi Ansyahrul mengungkap bahwa ada tiga hal yang dapat disebut sebagai musuh besar bagi para hakim yang mungkin secara tidak sengaja melanggar KEEPH saat persidangan. Yaitu kejenuhan, rutinitas, dan menganggap mudah suatu perkara dari awal.
"Persidangan bukanlah perkara yang mudah. Sekecil apapun, semudah apapun suatu perkara, jangan pernah menganggap remeh karena mengadili bukanlah proses main-main," tegas Ansyahrul saat menjadi pemateri workshop Eksplorasi KEPPH dengan tema "Penerapan KEPPH dalam Persidangan, Selasa (8/2) secara daring.
Ansyahrul kemudian juga menjelaskan jenis-jenis pelanggaran KEPPH yang dilakukan di persidangan, misalnya cara hakim dalam memperlakukan para pihak cenderung berpihak atau cara hakim menegur pihak dalam bersidang yang kurang santun.
Kemudian dalam sesi diskusi, salah seorang hakim pertanyaan mengenai sejauh mana independensi hakim dalam memutus suatu perkara. Menanggapi pertanyaan tersebut, Ansyahrul menyampaikan bahwa kebebasan hakim tidak boleh melanggar kemerdekaan kehakiman. Sehingga kebebasan hakim harus berada dalam koridor kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagai subsistem dari sistem kenegaraan negara Indonesia.
Di tengah sistem hukum, adanya bahasa daerah, hukum adat, dan kearifan lokal yang beragam di Indonesia lainnya, Ansyahrul menyampaikan bahwa menjadi hakim adalah profesi dengan standar tuntutan yang tinggi. Oleh sebab itu, hakim harus memperhatikan tidak hanya KEPPH, tetapi juga wajib memberikan pelayanan publik sehingga perlu memperhatikan kode etik pelayanan publik, dan kode etik administrasi negara yang ketiganya sejatinya saling mengisi dan bersinggungan. (KY/Halima/Festy)