Padang (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi menjadi narasumber dalam Webinar “Melindungi Marwah Peradilan” bersama Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas (FHUA) Edita Elda. Kegiatan yang dilakukan secara virtual dan tatap muka di Kampus FHUA di Padang ini merupakan kerjasama antara KY dan FHUA selaku mitra Klinik Etik KY. Webinar yang dilaksanakan pada Senin (08/11) turut dihadiri oleh Dekan FHUA, Busyra Azheri, yang sekaligus membuka acara, Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH), Najmi dan mahasiswa yang tergabung dalam Klinik Etik FHUA.
Dalam kesempatan tersebut, Kadafi mengingatkan bahwa salah satu fungsi advokasi adalah melindungi hakim sebagai pemberi keadilan, artinya hakim harus dijamin kebebasannya untuk menghasilkan keadilan.
“Ketika kita berbicara tentang menjaga marwah pengadilan dan hakim, yang kita lindungi bukan individu atau lembaganya, tapi keadilan dan kebebasan hakim untuk menghasilkan keadilan tersebut. Dengan begitu kita dapat menempatkan konsep perlindungan hakim secara proposional,” ujar Kadafi.
Selain itu perlindungan hakim harus diberikan sejalan dengan prinsip transparasi, judicial control, dan kebebasan berpendapat.
Pasal 217 KUHP secara eksplisit mengatur larangan membuat keributan di persidangan. “Barang siapa membuat gaduh di dalam persidangan pengadilan atau di tempat seseorang pegawai negeri menjalankan jabatannya yang sah di depan umum dan tidak mau pergi sesudah diperintahkan oleh atau atas nama kekuasaan yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya tiga minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.800".
Selain itu, Pasal 218 KUHAP juga mengatur agar siapa pun di dalam ruang sidang wajib menunjukkan sikap hormat terhadap pengadilan, dan bagi siapa pun yang tidak mentaati tata tertib persidangan, maka yang bersangkutan dapat dikeluarkan dari ruangan. Dengan demikian, dapat dicermati bahwa hakim memegang hak penuh untuk mengusir orang yang mengganggu jalannya persidangan demi menjaga ketertiban sidang.
Mahkamah Agung (MA) juga telah menerbitkan PERMA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Aturan ini mencakup larangan membuat kegaduhan di persidangan dan segala tindakan yang dapat mengganggu jalannya persidangan.
“Sudah cukup komprehensif ketentuan pidana dan ketentuan hukum acara pidana kita dalam melindungi marwah dan kehormatan hakim dan peradilan. Cuma enforcement-nya dari waktu ke waktu masih terkendala. Di samping tidak ada pihak yang secara objektif menyuarakan perlindungan terhadap hakim,” ucap Kadafi.
Hal-hal tersebutlah yang menjadi latar belakang KY diberi tugas mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH) melalui Pasal 20 ayat (1) huruf e UU No. 18 Tahun 2011 tentang KY, yang kemudian diturunkan dalam Peraturan KY Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. KY sudah banyak melakukan advokasi hakim, salah satunya advokasi represif.
“Dalam kurun waktu 2019 hingga April 2021, sudah ada 19 laporan atau informasi tentang PMKH. Sampai Oktober 2021 ada 5 laporan baru yang masuk, jadi total ada 24. Kemudian KY dari waktu ke waktu juga melakukan koordinasi pengamanan persidangan tertentu. Jadi ketika ada persidangan yang diindikasikan akan mengalami gangguan keamanan, maka KY bekerjasama dengan pengadilan yang bersangkutan dan MA, akan berkoordinasi dengan Kepolisian,” pungkas Kadafi. (KY/Noer/Festy)