Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) sepakat menjalin kerja sama dengan Universitas Tarumanagara (Untar) yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman. Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata dengan Rektoe Untar Agustinus Purna Irawan pada Selasa (28/09), di Auditorium Untar, Jakarta.
Selanjutnya Mukti Fajar didapuk sebagai narasumber dalam Webinar Nasional 62 Tahun Untar dengan tema Arah Pembangunan Hukum Post Covid-19. Mukti Fajar memberikan materi tentang Menjaga Keluhuran Martabat Hakim Post Covid-19. Mukti memaparkan perkembangan hukum yang mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merupakan keniscayaaan zaman. Saat pandemi covid-19 otomatis melumpuhkan segala aktivitas kehidupan manusia, begitu pula dalam bidang hukum. KY dalam hal ini mempunyai tugas dan kewenangan yang diemban secara konstitusional untuk melakukan seleksi calon hakim agung (CHA) dan menjaga martabat serta keluhuran hakim.
“Output-nya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap peradilan, yang selama Orde Baru tidak dipercaya,” ujar Mukti Fajar.
Dikaitkan dengan era post covid-19, maka tugas dan fungsi pokok ini dijalankan dengan metode new normal. Misal, rekrutmen CHA. Pada saat masuk seleksi kualitas, dalam mengerjakan karya tulis CHA, dilakukan secara daring.
Namun disediakan kamera di berbagai sudut agar dapat memantau CHA dalam mengerjakan karya tulis, untuk mengurangi kemungkinan terjadi perbuatan curang. Seleksi kepribadian dilakukan dengan terjun ke masyarakat, dan dibantu dengan bantuan virtual.
Pengawasan dari pelaporan masyarakat, dilakukan secara hybrid menggunakan fasilitas peradilan seperti cctv, dan menghadirkan orang dari KY baik secara terang-terangan maupun diam-diam. KY juga memiliki Kantor Penghubung yang mendekatkan masyarakat kepada KY di daerah.
“Proses klarifikasi,dulu KY panggil langsung. Sekarang jika para pihak berasal dari daerah zona hitam, pemeriksaan dilakukan secara virtual. Rapat pleno juga secara virtual. Kegiatan peningkatan kapasitas hakim karena covid-19, beberapa agenda kita lakukan secara virtual,” beber Mukti Fajar.
Bukannya tanpa masalah, karena permasalahan ada pada pemahaman masyarakat. Masyarakat sudah terpapar teknologi, tapi tidak semua daerah dapat memaksimalkan penggunaannya. Masih lebih nyaman bertemu secara langsung. KY menggunakan Penghubung KY untuk membantu. Lalu tentang adanya pendapat dari ahli psikologi, kalau seseorang dihadirkan secara langsung, akan berbeda gesturnya melalui media visual.
"Kita bisa melihat seseorang memberikan informasi yang valid dari gestur, dilihat dari ilmu psikologi. Misalnya ditanya langsung dia gemetaran, kalau virtual tidak kelihatan," cerita Mukti.
KY punya cara saat klarifikasi, lanjutnya, untuk tahu apakah pihak memberikan pernyataan jujur atau tidak, dan akan terus dikembangkan metodenya.
“Pengalaman saya, saat seleksi CHA kita melakukan sosialisasi ke kota-kota. Cuma tiga kota secara langsung, yang lainnya daring. Pendaftarnya ternyata paling banyak sepanjang sejarah KY. Pleno juga, lebih cepat. Karena tidak terpengaruh posisi komisioner di mana,” pungkas Mukti. (KY/Noer/Festy)