Pangkal Pinang (Komisi Yudisial) – Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menjadi salah satu narasumber dalam Seminar Hukum dan Publikasi Nasional Serumpun III Tahun 2021 yang diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung. Seminar yang dilakukan secara virtual pada Kamis (09/09) ini dihadiri ratusan peserta baik mahasiswa, akademisi, praktisi, dan pejabat daerah setempat. Narasumber seminar yang lain adalah Hakim Konstitusi Saldi Isra, dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.
KY merupakan lembaga negara yang lahir dari era reformasi untuk checks and balances kekuasaan kehakiman. Namun, KY tidak boleh masuk ke ranah teknis yudisial dan putusan hakim karena doktrin independensi hakim tidak boleh diintervensi oleh siapapun. Hakim tidak boleh diintervensi karena disetting sebagai seorang yang tidak bisa digoda. Tapi faktanya hakim adalah manusia yang masih punya keinginan. Hal ini akan mempengaruhi integritas, sehingga perlunya ada pengawasan. Independensi diharapkan menghasilkan putusan yang adil dan benar.
“Persoalannya kalau sudah incracht, misalnya koruptor kemarin diputus 10, jadi 5, incracht. KY datang, putusan ada yang salah, maka diteruskan ke Mahkamah Agung (MA). Kalau ada pelanggaran, hakimnya yang dikenakan sanksi. Sedangkan yang terpidana bebas, kecuali ada upaya hukum lainnya,” beber Mukti.
Banyak wilayah abu-abu, irisan-irisan bagi KY dalam menemukan pelanggaran kode etik melalui putusan. KY masuk lewat prinsip yang tercantum dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan hukum acara peradilan. Karena banyak yang bilang putusan masuk teknis yudisial, tapi ada irisan dengan etika di hukum acara. Ada satu pasal dalam undang-undang yang memberikan celah bagi KY untuk menganalisis putusan yang telah incracht. Saat ini, KY sedang menganalisis putusan yang menarik perhatian publik. KY berharap para akademisi tertarik untuk untuk melakukan riset apa yang disebut dengan teknis yudisial.
“Tentunya tetap berpedoman pada norma akademik dan ilmiah. Harus terus didengungkan supaya masuk ke telinga dan relung hati para hakim,” ujar Mukti.
Menurut Mukti putusan hakim tidak bisa diganggu gugat. Namun untuk menghindari putusan yang kurang berkualitas, maka KY dan MA membuat program semacam peningkatan kapasitas hakim. Untuk tahu putusan salah atau tidak, lihat prosesnya, isi dari putusannya.
Mengukur keyakinan hakim, pertama adalah lewat alat bukti. Alat bukti dan proses pembuktian haruslah sah dan meyakinkan. Kalau gamang tidak akan terbentuk keyakinan hakim. Dua, fakta persidangan. Tiga, experience dan sosiologis hakim itu sendiri. Dari segi sosiologis hakim akan menilai, menambah keyakinan hakim nanti jadi subjektif. Pengalaman jam terbang terbang menangani perkara dan integritas juga akan mempengaruhi keyakinan hakim.(KY/Noer/Festy)