Jakarta (Komisi Yudisial) – Sebanyak 113 Calon Hakim Agung (CHA) mengikuti seleksi kualitas pada 14 hingga 16 April 2021 secara daring melalui website www.exam.komisiyudisial.go.id. Tiga orang CHA yang lulus seleksi administrasi tidak hadir dalam seleksi kualitas tersebut. Seleksi yang dilakukan penuh secara daring tersebut dilakukan di bawah pengawasan ketat tim dari KY untuk menghindari terjadinya kecurangan. KY mewajibkan setiap CHA melampirkan pakta integritas sebagai antisipasi tambahan.
Dalam pembukaan seleksi pada Rabu (14/04), Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah mengucapkan selamat kepada CHA yang berhak dan dapat mengikuti seleksi tahap seleksi kualitas. Seleksi kualitas ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan tahapan seleksi untuk mengisi 13 lowongan hakim agung, yang terdiri dari 2 Hakim Agung Agung Kamar Perdata, 8 Hakim Agung Kamar Pidana, 2 Hakim Agung Kamar Militer, dan 1 Hakim Agung Tata Usaha Negara khusus pajak.
“Dengan menyesuaikan situasi pandemi Covid-19, untuk mencegah penularan secara masif, seleksi kualitas ini akan dilaksanakan selama tiga hari secara daring dengan peserta dari seluruh Indonesia. Mulai dari Banda Aceh hingga Jayapura,” papar Nurdjanah.
Seleksi kualitas ini ditujukan untuk mengukur sejauh mana penguasaan keilmuan dan keahlian CHA, terutama dalam kompetensi teknis. Hakim agung adalah profesi yang sangat mulia. Oleh karena itu, memilih CHA harus mempertimbangkan kecakapan dan kepandaian calon, terutama dalam memutus perkara yang bernilai keadilan.
Hal lain yang menjadi tantangan adalah bahwa jabatan hakim agung merupakan jabatan publik, yang berarti bahwa kehidupan pribadinya juga akan menjadi sorotan publik. Dengan demikian rekam jejak menjadi salah satu indikator kelayakan CHA.
“Pada kesempatan ini perlu saya sampaikan bahwa berdasarkan informasi yang kami peroleh, saat ini seiring dengan perkembangan era digitalisasi, pola kerja di Mahkamah Agung pun sudah mengalami perubahan,” beber Nurdjanah.
Berkas perkara langsung diberikan kepada masing-masing anggota majelis dalam bentuk soft copy, dan harus disidangkan selambat-lambatnya tiga bulan. Setiap hari minimal 10 perkara yang harus disidangkan, bahkan bisa 30 sampai dengan 40 perkara. Karena itu seorang hakim agung harus mahir menggunakan teknologi dan memiliki kesehatan yang prima lahir batin.
“Terakhir, sebelum saya menutup sambutan ini kepada para peserta seleksi kiranya dapat senantiasa menjaga kondisi kesehatannya. Sehingga mampu mengikuti seluruh uji kualitas dengan baik, dan dari arena ini kami harap akan muncul putra-putri terbaik untuk mengisi lowongan hakim agung yang mulia,” pungkas Nurdjanah. (KY/Noer/Festy)