Putusan Harus Disertai Pertimbangan Hukum yang Benar
Anggota Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito dalam Workshop Jarak Jauh Peningkatan Kapasitas Hakim

Jakarta (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito memberikan materi “Upaya Terobosan dalam Pelaksanaan Tugas Komisi Yudisial di Masa Pandemi Covid-19” di hari terakhir (14/12) Workshop Jarak Jauh Peningkatan Kapasitas Hakim.  Joko mengisi dari Auditorium KY kepada peserta yang hadir melalui virtual meeting.

Dalam sesi tanya jawab, Joko ditanyakan mengenai teknis yudisial. Sebagai mantan hakim, Joko menyatakan bahwa hakim memutus perkara harus ada landasan yuridis, filosofis, sosiologis, dan lain-lain. Tapi ada kalanya menyimpangi. Jika dikaitkan dengan hukum yang berlaku, ada dua aliran yang digunakan. Hakim adalah corong undang-undang (UU), memutus dengan alasan yuridis, jika keluar dari UU artinya salah (aliran legisme). Aliran keadilan, jika peraturan yang ada tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, disimpangi (contra legem).

“Pengalaman selama ini di KY, walaupun hakim menyimpangi UU, selama ada dasar hukumnya, selama dimunculkan dalam pertimbangan hukumnya, tidak akan dipermasalahkan,” ungkap Joko.

Sayangnya masih ada hakim yang menyimpangi perundang-undangan, tapi tidak ada pertimbangan hukumnya. Joko pribadi menganggap  selama ada argumentasi kenapa menyimpangi UU, ini termasuk teknis yudisial, tidak bisa disalahkan oleh KY dan Mahkamah Agung (MA). Jika ada kesalahan, baru bisa dipermasalahkan. Misal kasus pembunuhan, ada barang bukti yang tidak ada hubungan dengan perkara masuk dalam putusan, baru bisa dianggap pelanggaran. Barang bukti masih menggunakan template putusan yang lama, typo error. Banyak kasus seperti ini yang ditemukan oleh KY. Bagi KY masih termasuk pelanggaran, dianggap hakim tidak profesional.

“Salah benar suatu putusan selama masih ada pertimbangan hukumnya, masuk ranah teknis yudisial,” jelas Joko.

Sebenarnya teknis yudisial ada hubungannya dengan prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yakni disiplin (hukum acara) dan profesional (putusan). Di butir prinsip KEPPH sebenarnya sudah dihapus, kode etik menyangkut hukum acara putusan masuk teknis yudisial. Namun jangan lupa induk prinsip KEPPH masih ada, hubungannya masih ada. Sehingga masih jadi perdebatan.

“Seharusnya ke depan, KY dan MA menyikapi teknis yudisial, dikembalikan ke peraturan bersama, dilakukan pemeriksaan bersama. Selama belum dirumuskan bagaimana teknis yudisial itu,” ujar Joko.

Setelah memberikan materi, Joko menutup kegiatan secara resmi. Joko berterima kasih kepada pihak yang telah membantu terlaksananya workshop jarak jauh ini, dan berharap bisa melakukan workshop tatap muka di tahun depan. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait