Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menjadi narasumber dalam Studi Audiensi Virtual 2020 yang mengambil tema “Optimalisasi Fungsi Peradilan Dalam Upaya Menegakkan Keadilan di Tengah Arus Globalisasi (Studi Terhadap UU Cipta Kerja)”.
Jakarta (Komisi Yudisial) – Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menjadi narasumber dalam Studi Audiensi Virtual 2020 yang mengambil tema “Optimalisasi Fungsi Peradilan Dalam Upaya Menegakkan Keadilan di Tengah Arus Globalisasi (Studi Terhadap UU Cipta Kerja)”. Audiensi virtual dilaksanakan oleh Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon, pada Kamis (05/11) melalui aplikasi zoom meet. Selain Jaja, Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Amran Suadi juga hadir sebagai narasumber. Audiensi virtual diikuti oleh ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Syekh Nurjati dari tempat masing-masing.
Pembentukan lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas sebelum terbentuknya KY. Misalnya, ada wacana pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan Kehormatan Hakim (DKH).
“Mengapa diperlukan adanya KY? Ada beberapa alasan. Pertama, dalam rangka mengupayakan penegakan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Lalu keinginan yang besar dari masyarakat dalam mencari keadilan melalui peradilan yang bersih. Terakhir adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pengawasan atas perilaku hakim di luar teknis yudisial oleh sebuah lembaga independen,” buka Jaja.
Hakim dalam berpeilaku harus berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), yang berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009; dan Nomor : 02/SKB/P.KY/IV/2009. SKB ini dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, berpedoman pada kode etik dan perilaku hakim.
“Ada 10 (sepuluh) prinsip dalam KEPPH, yakni berperilaku adil, berperilaku jujur, berperilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, dan bersikap professional,” jelas Jaja.
Tidak hanya bagi hakim, tapi bagi mereka yang ingin menjadi hakim wajib menerapkan KEPPH dalam kehidupan sehari-harinya. Sering ditemukan dalam proses rekrutmen calon hakim agung, ternyata calonnya memiliki kelakuan yang tidak baik. Ada banyak calon yang mencoba mengikuti rekrutmen calon hakim agung, namun tidak lulus karena KY menemukan fakta bahwa integritas calon diragukan.
“Oleh karena itu bagi mahasiswa yang punya cita-cita menjadi hakim, agar menjaga perilakunya dari sekarang. Jangan coba-coba bersikap tidak baik, sebab pasti akan ketahuan oleh KY. Bahkan KY dari hasil investigasi pernah menemukan kelakuan tidak terpuji calon hakim dari 15-20 tahun yang lalu,” pesan Jaja. (KY/Noer/Festy)