Dari Januari sampai April 2020, KY telah menerima laporan sebanyak 474 yang terdiri dari laporan langsung ke KY (49 laporan), melalui pos (258 laporan), laporan online (136 laporan) dan informasi (4 laporan).
Jakarta (Komisi Yudisial) - Selama masa pandemi Komisi Yudisial (KY) menerapkan pencegahan penyebaran Covid-19 dengan bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Meski begitu, KY tetap mengutamakan pelayanan publik dengan mengoptimalkan pemanfaatan sarana teknologi informasi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi saat menjadi pembicara pada Diskusi Daring Sapa #SobatKY "Menyuarakan Isu Peradilan di Masa Pandemi" melalui Zoom Webinar, Rabu (20/5).
Farid menjelaskan, secara prinsip KY tidak menghentikan aktivitas, pelayanan tetap seperti biasa. Hal tersebut terlihat dari laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang disampaikan masyarakat kepada KY. Dari Januari sampai April 2020, KY telah menerima laporan sebanyak 474 yang terdiri dari laporan langsung ke KY (49 laporan), melalui pos (258 laporan), laporan online (136 laporan) dan informasi (4 laporan).
"Jadi KY telah menerima laporan sebanyak 737 yang terdiri dari 474 laporan dan 263 tembusan yang berkaitan dengan pengawasan lembaga peradilan," jelas Farid.
Lebih lanjut, menurut Farid, dari laporan yang masuk ke KY di antaranya juga berasal dari Penghubung KY yang ada di 12 wilayah.
"Dari segi laporan yang masuk, keluhan terkait proses peradilan tetap masih banyak. Rata-rata 9-10 laporan per hari di tahun 2020 ini," ungkap mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.
Farid menguraikan, 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan.
"Paling banyak dari DKI Jakarta (89 laporan), Jawa Timur (60 laporan), Sumatera Utara (55 laporan), Jawa Barat (33 laporan), Riau (21 laporan), Sulawesi Selatan (19 laporan), Banten (16 laporan), NTB (14 laporan), dan Sulawesi Utara (14 laporan)," urai Farid.
Untuk putusan sidang pleno, selama Januari-April 2020 KY telah menghasilkan 216 putusan sidang pleno dengan hasil 50 putusan terbukti dan 166 putusan tidak terbukti pelanggaran KEPPH.
"Dari putusan yang ada, usulan hakim terlapor yang dijatuhi sanksi sebanyak 95 hakim. Yang terdiri dari sanksi ringan (59 hakim), sanksi sedang (34 hakim), dan sanksi berat 2 hakim," lanjut pria kelahiran Silaping ini.
Selain menerima laporan masyarakat, KY juga menerima permohonan pemantauan persidangan oleh masyarakat. Selama 2020 KY menerima permohonan pemantauan sebanyak 177 permohonan yang terdiri dari 131 permohonan masyarakat dan 46 inisiatif.
"Dengan berbagai pertimbangan, selama masa pandemi ini KY tetap melakukan pemantauan persidangan yang menarik perhatian publik yang sifatnya terbuka. Salah satunya pemantauan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus penyerangan terhadap penyidik KPK," ujar Farid.
Sementara itu, terkait tugas KY dalam rangka seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Dalam suasana pandemi saat ini, KY memutuskan untuk menunda pelaksanaan seleksi.
"Setelah koordinasi informal antara KY, DPR dan MA, maka ada kesepatakan untuk menunda proses seleksi selama 6 bulan ke depan dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tindakan pemerintah," ungkap Farid.
Untuk program peningkatan kapasitas hakim, KY berusaha maksimal untuk menjalankan program yang ada. KY merencanakan workshop jarak jauh peningkatan kapasitas hakim.
"Kegiatan tersebut direncanakan awal Juli 2020 dengan target peserta 40 hakim dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang dianjurkan," pungkas Farid. (KY/Jaya/Festy)