Salah satu upaya meningkatkan awareness masyarakat terhadap Komisi Yudisial (KY) secara kelembagaan adalah dengan menyelenggarakan kegiatan Live Talkshow/gelar wicara melalui RRI Pro1 FM 97,6 Bandung, pada Jumat (13/3).
Bandung (Komisi Yudisial) - Salah satu upaya meningkatkan awareness masyarakat terhadap Komisi Yudisial (KY) secara kelembagaan adalah dengan menyelenggarakan kegiatan Live Talkshow/gelar wicara melalui RRI Pro1 FM 97,6 Bandung, pada Jumat (13/3).
Melalui kesempatan gelar wicara itu, Anggota KY Sumartoyo hadir bersama Praktisi Hukum Agustinus Pohan, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH Unpad) Zainal Muttaqin. Para narasumber yang hadir bersama menyuarakan harapan-harapan kepada KY.
“Saya berharap dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat karena keberadaan KY merupakan buah reformasi,” tutur Sumartoyo.
Terkait RUU Jabatan Hakim (JH) dan bagaimana mengembalikan kekuatan KY, Sumartoyo menampik bahwa mengupayakan RUU JH bukanlah demi kepentingan KY, karena mengupayakan kesejahteraan hakim memang merupakan tugas dan tanggung jawab KY.
“Berbicara RUU JH, ada tarik ulur yang sangat kuat. KY ingin menitipkan sesuatu disitu untuk kesejahteraan mereka (hakim), dan pengawasan supaya mudah. Tetapi yang mau diawasi tidak ingin seperti itu. Jadi tarik ulurnya sangat kuat sehingga pernah hilang, naik turun pembahasannya. Di Indonesia ini kepentingan politik begitu menggurita. RUU JH maupun RUU Contempt of Court, menurut sayao terkendala naik turun mengikuti kepentingan politik,” pungkas Sumartoyo.
Sementara itu Dosen FH Unpad Zainal Muttaqin menanggapi status pejabat negara dari hakim. Zainal menekankan peranan KY mengingat peningkatan taraf hidup tidak menjamin akan meningkatkan kualitas dan integritas hakim.
“Buktinya tidak. Artinya peningkatan taraf hidup itu bukan satu-satunya menentukan apakah kualitas hakim akan baik,” ujar Zainal.
Dalam perjalanan tugasnya, KY mengalami dinamika. Tantangan dan hambatan yang dihadapi KY sedikit banyak mempengaruhi pelaksanaan tugas KY. Hal ini seakan membatasi upaya-upaya KY untuk mendukung access to justice bagi para pencari keadilan. Mimpi KY dalam menciptakan dunia peradilan yang bersih serta mendukung access to justice demi tegaknya supremasi hukum selalu menemukan jalan yang terjal.
Agustinus mengatakan bahwa access to justice, tidak semata untuk menjamin agar orang bisa hadir di dalam sidang, agar orang dapat mengugat, tapi access to justice adalah juga soal jaminan masyarakat pencari keadilan untuk mendapat layanan yang sama.
“Seharusnya ada equality dalam mendapatkan keadilan. Sekarang apakah KY punya kewenangan dalam hal ini? KY harus menjamin itu. Bukan sekedar mengawasi perilaku tapi harus menjaga kualitas putusan hakim juga. Namun kewenangan ini sudah dicopot juga,” papar Agustinus.
Tambahnya lagi, ini bukanlah siapa yang lebih qualified dalam hal kualitas putusan. Secara teknis, Agustinus mengungkapkan bahwa MA tentu yang qualified, namun apakah rakyat mendapatkan keadilan? Hal yang menarik faktanya dibentuk KY, namun setelah terbentuk, seolah terjadi pelemahan-pelemahan.
“Kita juga dapat merasakan hal ini, apalagi KY yang isinya ahli hukum semua. Oleh karena itu, dalam diskusi acara hari ini harus memulai bagaimana menguatkan KY kembali,” jelas Agustinus. (KY/Yuni/Noer)