Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Sumartoyo membuka sekaligus menyampaikan keynote speech dalam Diskusi Publik mengangkat tema “Upaya Pencegahan Perbuatan Anarkis di Persidangan dan Pengadilan”, dalam rangka Sinergitas KY dengan Aparatur Penegak Hukum dan Pemerintah Daerah, di Ruang Kapoelaga Hotel The Pavilijoen, Bandung, Kamis (12/3).
Bandung (Komisi Yudisial) – Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Sumartoyo membuka sekaligus menyampaikan keynote speech dalam Diskusi Publik mengangkat tema “Upaya Pencegahan Perbuatan Anarkis di Persidangan dan Pengadilan”, dalam rangka Sinergitas KY dengan Aparatur Penegak Hukum dan Pemerintah Daerah, di Ruang Kapoelaga Hotel The Pavilijoen, Bandung, Kamis (12/3).
Dalam kesempatan itu, Sumartoyo menyampaikan bahwa dari kegiatan ini diharapkan peserta yang berasal dari unsur APH baik dari pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian wilayah Bandung, akademisi, serta unsur pemerintah yang bergelut di bidang hukum praktis, dan unsur advokat, dapat lebih saling mengenal tupoksi masing-masing peran dan pengalaman terkait isu Contempt of Court (CoC).
“Melalui diskusi publik ini, saya mengharapkan agar saling bersinergi, bergandengan tangan bersama-sama mewujudkan peradilan yang agung,” ujar Sumartoyo membuka secara resmi diskusi publik tersebut.
KY secara masif terus mengampanyekan dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut menjaga kehormatan dan keluhuran hakim serta pengadilan. KY secara umum lebih dikenal sebagai lembaga pengawas hakim. Padahal tutur Sumartoyo, selain fungsi pengawasan perilaku hakim yang selama ini lekat dengan citra KY, KY juga memiliki tugas dan fungsi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, KY diberi tugas untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan maupun kelompok orang yang melakukan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, atau lebih dikenal dengan istilah contempt of court.
“Ini artinya, KY tidak hanya mengawasi perilaku hakim, namun juga menjaga harkat dan martabat para hakim. Tugas ini kemudian diistilahkan sebagai tugas Advokasi Hakim,” jelas Sumartoyo.
Lebih lanjut Sumartoyo mengatakan, “Di Australia selama berpuluh-puluh tahun baru ada dua hakim yang melanggar. Pertama karena hakim tersebut mengendarai mobil dan tidak sengaja menyenggol orang, hakim yang kedua terlambat menandatangani putusan selama 2 bulan dan sudah dikenakan teguran. Sementara di Indonesia hanya dalam beberapa bulan sudah ada beberapa hakim yang melanggar, dan ada pula beberapa yang suka mengiming-imingi.”
Dari infromasi data, di tahun 2019 KY telah melakukan tugas advokasi hakim sebanyak 12 (dua belas) kasus dan 6 (enam) kali pengamanan persidangan. Selain pelaksanaan tugas advokasi hakim yang sifat cenderung represif, KY juga melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat preventif sebagai upaya KY dalam rangka menjaga dan mencegah terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim atau CoC.
Oleh sebab itu, dipaparkan Sumartoyo, KY membentuk program yang dituangkan dalam satu kegiatan yang diberi nama Judicial Education, di mana salah satu bentuknya adalah kegiatan yang mensinergikan para aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
“Selain itu KY juga memiliki program yang dinamakan Klinik Etik dan Hukum yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia, untuk memasyarakatkan pencegahan CoC kepada para mahasiswa Fakultas Hukum sebagai calon-calon penegak hukum ataupun pekerja dan pemangku bidang hukum,” pungkas Sumartoyo. (KY/Priskilla/Noer)