Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "RUU Jabatan Hakim: Komitmen Menata Akuntabilitas Peradilan di Indonesia" di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).
Jakarta (Komisi Yudisial) - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengungkap salah satu rekomendasi MPR periode kepemimpinan Zulkifli Hasan adalah penataan kekuasaan kehakiman. Namun, pembahasan ini luput dari perhatian publik karena lebih banyak yang dibicarakan terkait pokok-pokok haluan negara dan penataan sistem presidensial.
“Penataan kekuasaan kehakiman ini kemudian diinisiasi oleh DPR menjadi RUU Jabatan Hakim. RUU ini masuk ke Prolegnas 2014-2019, tapi tidak prioritas. Kemudian kembali masuk ke Prolegnas 2019-2024,” kata Arsul saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk "RUU Jabatan Hakim: Komitmen Menata Akuntabilitas Peradilan di Indonesia" di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/3).
DPR telah mengusulkan RUU Jabatan Hakim karena belum tersedia UU khusus tentang jabatan hakim. Menurutnya, pihak yang mendorong inisiasi paling depan adalah adalah hakim muda dan KY. Walaupun RUU Jabatan Hakim tidak masuk prioritas di tahun 2020, bukan berarti tidak pentuling. Hal ini karena mengantri pembahasan RUU yang lebih prioritas dan urgent. Apalagi dalam UU MD3, ada ketentuan tiap Komisi di DPR hanya boleh membahas dua RUU, setelah selesai, baru bisa dibahas RUU yang lain.
“Oleh karena itu Muhammadiyah seharusnya bisa mendorong pembahasannya, dan juga dibantu diperkuat substansi isinya,” ujar Arsul.
Terkait wewenang KY, Arsul menyatakan bahwa banyak anggota parlemen yang setuju untuk memperkuat KY. Sayang sekali bila lembaga negara sebesar KY dan diatur dalam konstitusi hanya melakukan pengawasan hakim.
“Oleh karena itu, ada rencana memperkuat wewenang KY saat amandemen. Jadi, KY nantinya tidak hanya mengawasi hakim, tapi semua aparat penegak hukum. Jika itu dapat terwujud, maka tidak diperlukan lagi adanya Komisi Kejaksaan, Kompolnas, dan lain-lain. Bahkan Bawas difokuskan bukan pada hakim, tapi pegawai MA saja,” pungkas Arsul. (KY/Noer/Festy)