Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Galuh Ciamis berkunjung ke kantor Komisi Yudisial (KY), Rabu (29/1).
Jakarta (Komisi Yudisial) – Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Galuh Ciamis berkunjung ke kantor Komisi Yudisial (KY), Rabu (29/1). Wakil Dekan I FH Universitas Galuh Ciamis Enju Juanda selaku ketua rombongan dalam pengantarnya menuturkan ingin menggali lebih dalam mengenai eksistensi, tugas, dan fungsi Komisi Yudisial, terutama kancah KY dalam penegakkan hukum di Indonesia.
Di hadapan ratusan peserta audiensi, Tenaga Ahli KY Totok Wintarto menjelaskan historis terbentuknya KY dan wewenang KY. Menurut Totok, tujuan pembentukan KY adalah untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia.
“Karena tujuan pembentukan KY adalah untuk peradilan bersih, maka dari awal seharusnya KY dilibatkan dalam perekrutan hakim. Namun banyak pihak yang tidak setuju,” jelas Totok.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa seleksi atau rekrutmen hakim menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA) tanpa melibatkan Komisi Yudisial (KY). Putusan tersebut berdasarkan uji materi yang teregistrasi di MK dengan nomor perkara 43/PUU-XIII/2015.
Totok juga menyoroti pengawasan KY karena setelah dilakukan uji materi terhadap UU KY oleh Mahkamah Konstitusi (MK), KY seperti kehilangan ruang gerak. Pengawasan KY tidak mencakup hakim MK. Pengertian hakim dalam UU KY berbeda sebangaimana diatur di dalam UU MK. Atas dasar itulah, lanjut Totok, hakim MK tidak berada di bawah pengawasan KY.
Selain itu, Totok juga menerangkan kepada peserta bahwa KY menyorot etika hakim saja dalam pengawasannya. Etika memainkan peran penting bahkan dapat mempengaruhi pertimbangan hakim. Ada dua pertimbangan hakim yaitu pertimbangan yuridis dan pertimbangan fakta. Namun dalam hal pertimbangan, bagi MA, KY tidak berwenang memasuki ranah ini. Padahal bagi KY, pertimbangan menjadi salah satu hal penting yang erat kaitannya dengan butir-butir Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) rumusan MA dan KY yang berlaku bagi hakim baik di dalam maupun diluar persidangan.
“KY hanya dapat memberikan rekomendasi kepada MA, dan selanjutnya bergantung kepada MA. Dalam tempo 30 hari MA dapat memberikan responnya, apakah melaksanakan rekomendasi tersebut ataupun tidak. Harus ada sinergi KY dan MA terkait pemahaman teknis yudisial,” tandas Totok. (KY/Yuni/Festy)