Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang (FH UMMGL) mendatangi Komisi Yudisial (KY) pada Rabu (22/01).
Jakarta (Komsi Yudisial) – Ratusan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang (FH UMMGL) mendatangi Komisi Yudisial (KY) pada Rabu (22/01). Kedatangan rombongan tersebut diterima di Press Room KY oleh Tenaga Ahli KY Imran. Walaupun cuaca mendung masih menggelayuti di area Gedung KY, Jakarta, tetapi mahasiswa antusias untuk mengikuti audiensi tersebut.
“Kami datang ke KY karena selama ini materi yang diterima hanya berupa teori saja di kelas. Diharapkan dengan lansung datang ke KY, ada ilmu tambahan yang dapat diperoleh. Dari sini diharapkan ada yan menulis tentang KY ataupun menjadi hakim,” ujar Dekan FH UMMGL Dyah Andriantini Sintha Dewi.
Dalam kesempatan tersebut, Imran menjelaskan salah satu wewenang KY, yakni melaksanakan seleksi calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA).
“Proses rekrutmen CHA di KY dimulai dari administrasi, lalu tes kualitas, kesehatan dan kepribadian, termasuk rekam jejak, dan wawancara. Prosesnya bisa berlagnsung sampai enam bulan. Hasil seleksi tersebut nantinya akan diserahkan ke DPR untuk dimintakan persetujuan,” jelas Imran.
Namun, lanjut Imran, problema utama dalam proses rekrutmen bukan pada prosesnya, tapi sulitnya menemukan SDM yang sesuai kualifikasi KY. Ada banyak penyebab hal tersebut bisa terjadi.
“Ada permasalahan karena CHA yang dilakukan tes, mayoritas secara umur sudah cukup tua. Sehingga kesehatannya maupun pengetahuan hukumnya rata-rata sudah tidak terlalu baik. Sebab hakim di Indonesia permasalahan besarnya terlalu banyak bersidang, sehingga kesempatan meningkatkan kapasitas diri juga berkurang,” ujar Imran.
Proses yang lama juga menjadi pertimbangan yang banyak membuat CHA tidak tertarik lagi mendaftar, karena mereka juga disibukan dengan pekerjaan sehari-hari. Sehingga trend pelamar CHA menunjukan penurunan setiap pembukaan rekrutmen dilakukan.
Di luar faktor tersebut, belum juga ada jaminan mereka akan menjadi hakim agung jika sudah lolos di KY, sebab masih ada lagi tahap di DPR.
“Hakim tidak terbiasa berbiacara di depan publik seperti dosen maupun advokat misalnya, sehingga saat fit and proper test di DPR mereka menjadi canggung. Tidak bisa secara lancar mengungkapkan pemikiran maupun merangkai kata yang baik. Saat di DPR, CHA yang seperti ini malah dianggap tidak berkualitas. Hal ini juga menjadi faktor yang menurunkan minat CHA,” pungkas Imran. (KY/Noer/Festy)