Ketua KY Jaja Ahmad Jayus dalam Prime Talk “Bersihkan MA dari Mafia Peradilan” di Metro TV Jakarta, Rabu (18/12).
Jakarta (Komisi Yudisial) - Praktik mafia peradilan masih menjadi perhatian serius berbagai pihak. Masih adanya oknum aparat penegak hukum yang tersangkut kasus hukum menyitakan berbagai pertanyaan. Dengan ditetapkan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) menjadi tersangka oleh KPK semakin menambah daftar panjang permasalahan dunia peradilan saat ini.
Hal tersebut menjadi topik pembahasan dialog Prime Talk “Bersihkan MA dari Mafia Peradilan” di Metro TV Jakarta, Rabu (18/12). Pada kesempatan tersebut hadir Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, Pakar Hukum Jamin Ginting, Kepala Biro Humas Mahkamah Agung Abdullah dan Anggota DPR RI Arsul Sani.
Ketua KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan, faktanya memang banyak aparat penegak hukum yang terkana kasus. Tapi kalau dikatakan mafia sulit membuktikannya.
“Ada hakim yang ditangkap KPK, di sisi lain memang kalau laporan ke KY banyak terkait teknis yudisial,” ujar Jaja.
Jaja menegaskan, terkait teknis yudisial bukan kewenangan KY atau MA melainkan ada upaya hukum seperti banding, kasasi dan Peninjauan Kembali.
Terkait pengaduan masyarakat ke KY, ada beberapa laporan tentang suap dan gratifikasi, tetapi faktanya terkendala dengan pembuktian.
“Banyaknya laporan ke KY, laporan terkait gratifikasi banyak yang tidak cukup bukti,” jelas Jaja.
Jaja mengungkapkan, laporan yang masuk ke KY selama berdiri ada kurang lebih 22 kasus yang berkaitan dengan gratifikasi, ada yang terbukti ada yang tidak terbukti.
“Kalau terbukti gratifikasi, dan buktinya komplit akan dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang merupakan forum pembelaan hakim. Kalau dalan sidang MKH terbukti, biasanya akan dilakukan pemberhentian,” jelas mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pasundan ini.
Jaja menambahkan, untuk meningkatkan sinergisitas KY dan MA telah dilakukan kerjasama dalam rangka melakukan pencegahan. KY bersama Badan Pengawasan MA juga sering melakukan sinergi untuk melakukan pencegahan.
“Kegiatan ini untuk menghindari pelanggaran oleh hakim,” tambah Jaja.
Pengamat hukum Jamin Ginting berpendapat, hakim merupakan sosok jabatan yang mulia, sehingga disebut yang mulia. Kemulian hakim ini sangat tinggi sebagai garda terdepan pencari keadilan.
Jadi hakim benar-benar harus steril termasuk dari pimpinan MA juga, karena dalam menjalankan tugas juga tidak boleh diintervensi dari pimpinannya.
“Apabila hakim menerima imbalan atas sebuah perkara, itu adalah perbuatan sangat tercela,” ujar Jamin.
Harus ada pengawasan yang melekat, baik eksternal atau internal. Bila pengawasan internal sudah dilakukan, tetapi masih ada pelanggaran maka perlu dipertanyakan proses pengawasan internal itu apakah sudah efektif.
“Harus memanfaatkan teknologi untuk membantu melakukan pengawasan. Di negara-negara maju itu sudah dilakukan,” jelas Jamin.
Anggota DPR RI Arsul Sani menyoroti terkait usaha yang telah dilakukan. MA berserta jajaranya sudah berusaha dengan peningkatan pengawasan.
Menurut Arsul, ada hal lain yang perlu dibenahi lebaih baik lagi, yaitu culture. Ada budaya yang khusus untuk hakim yang perlu dihindari.
“Hakim dan organisasi hakim seyogianya tidak boleh menerima sponsorship dari pihak manapun. Meskipun yang memberikan sponsorship tidak sedang terkait perkara.
Hal-hal tersebut juga harus dijaga,” jelas Arsul.
Selain itu, menurut Arsul perlu juga kerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk meningkatkan pengawasan hakim. Misalnya dengan KPK atau lembaga lainnya.
“Regulasi hanya sebagai salah satu instrumen. Tidak cukup hanya undang-undang saja, perlu instrumen lain dalam melakukan pengawasan. Keteladan kelembagaan itu sendiri itu,” jelasnya
Sementara itu, Kepala Biro Humas MA Abdullah menyampaikan, yang perlu diperhatikan adalah melihat usaha-usaha yang telah dilakukan MA.
“Lihat MA sekarang, jangan masa lalu. Seolah-olah MA tidak ada perubahan, sekarang MA sudah berbenah,” ujarnya.
Menurut Abdullah, saat ini hubungan KY dan MA sudah begitu harmonis dan saling memberitahu dan bekerjasama. Sehingga kesepahaman MA dan KY terjalin sedemikian bagusnya.
“Apabila semua institusi saling mendukung, maka badan peradilan bisa mewujudkan visi misi MA sebagai badan peradilan yang agung,” pungkas Abdullah. (KY/Jaya/Festy)